Sabtu, 02 Januari 2010

PERAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA

Berdasar hasil penelitian yang dilakukan bahwa Komisi Ombudsman sudah dikenal masyarakat terbukti banyaknya pengaduan. Ombudsman adalah lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan public baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan public tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan belanja daerah.
Komisi Ombudsman yang selama ini kita kenal dengan nama Komisi Ombudsman Nasional awal pemebntukannya didasarkan Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 2000 tentang Komisi Ombudsman Nasional. Dasar hukum Komisi Ombudsman Nasioanl saat ini telah diperkuat dengan disyahkannya UU. No. 37 tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia.
Pada tanggal 9 Oktober 2008 UU Nomor 37 tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia telah menggantikan Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 2000 yang lebih dari delapan tahun menjadi landasan hukum Komisi Ombudsman Nasional dalam menjalankan tugasnya. Setelah berlakunya UU ini maka Komisi Ombudsman Nasional berubah menjadi Ombudsman Republik Indonesia. Perubahan nama tersebut mengisyaratkan bahwa Ombudsman tidak lagi berbentuk Komisi Negara yang bersifat sementara, tapi merupakan lembaga negara yang permanent yang sebagaimana lembaga-lembaga negara yang lainnya. Pengaturan Ombudsman dalam UU tidak hanya mengandung konsekuensi posisi politik kelembagaan, namun juga perluasan kewenangan dan cakupan kerja Ombudsman yang akan sampai di dearah-daerah. Dalam hal penanganan laporan juga terdapat perubahan yang fundamental karena Ombudsman diberi kewenangan besar dan memiliki power, rekomendasi bersifat mengikat, investigasi, serta sanksi pidana bagi yang menghalang-halangi Ombudsman dalam menangani laporan. Saat ini seluruh Ombudsman, assisten Ombudsman dan seluruh staf sedang berusaha keras agar masa transisi menuju Ombudsman Republik Indonesia dapat berjalan dengan lancar baik dari sisi kelembagaan, sistem penanganan laporan dan strategi pengembangan, karena tujuan dari semua itu bukan hanya untuk kepentingan Ombudsman namun agar pelayanan publik dapat berjalan lebih baik, mengingat kehadiran Ombudsman harus dirasakan manfaatnya secara langsung atau tidak langsung oleh masyarakat luas.
Berikut ini adalah skema perjalanan dasar pembentukan Ombudsman dari Keppres menjadi Undang-Undang:

§ Pembahasan RUU Ombudsman RI dimulai oleh Panja terdiri dari Komisi III DPR RI dan Tim Pemerintah
§ Presidan mengeluarkan Amanat Presiden dan menunjuk MenteriHukum dan HAM sebagai Wakil Pemerintah
§ Dikeluarkannya TAP MPR RI No.VIII/MPR-RI/2001 salah satu isinya mengamankan dundangkannya Ombudsman
§ Badan Legislasi DPR RI mengambil alih RUU Ombudsman RI sebagai Usul Inisiatif DPR RI
§ Masa Kerja DPR RI periode 2000-2004 berakhir. Belum ada tindaklanjut dari pihak pemerintah terkait RUU Ombudsman RI Pembahasan RUU Ombudsman RI dimulai lagi dari awal
§ Rencana Pembentukan Ombudsman oleh Presiden Abdurrahman Wahid
§ Draft Konsep RUU Ombudsman RI selesai disusun oleh Komisi Ombudsman Nasional
§ RUU Ombudsman RI kembali menjadi Usul Inisiatif DPR RI periode 2004-2009
§ Pembentukan Komisi Ombudsman Nasional melalui Keputusan Presiden RI No.44 Tahun 2000 tentang Komisi Ombudsman Nasional
§ Dikeluarkannya Keputusan Presiden No.155 Tahun 1999 tentang Tim Pengkajian Keputusan Lembaga Ombudsman
2005
2006
2005
2004
2001
1999
§ Salah satu tugasnya adalah mempersiapkan konsep RUU Ombudsman Nasional
§ RUU Ombudsman RI disetujui oleh seluruh Fraksi dari Komisi III DPR RI
§ UU Ombudsman RI disahkan dalam Rapat Paripurna DPR RI tanggal 9 September 2008
§ Terbentuknya Ombudsman Republik Indonesia















Gambar 1. Perjalanan UU tentang Ombudsman
Sumber : Ombudsman RI, dimuat di Suara Ombudsman Nomor 3 Tahun 2008,
halaman 9.



Keberadaan Ombudsman yang sudah dilandasi oleh UU ini secara nyata memperoleh pengakuan (recognition) baik dari institusi terkait maupun dari masyarakat. Institusi terkait memberikan pengakuan keberadaan Ombudsman melalui langkah tindak lanjut serta korespondensi dengan ombudsman, sedangkan masyarakat memberikan pengakuan melalui laporan-laporan yang mereka sampaikan di mana beberapa di antaranya mereka merasa memperoleh manfaat/keberhasilan sehingga mereka kemudian menyampaikan apresiasi kepada Ombudsman.
Pengakuan (recognition) atas eksistensi Ombudsman di Indonesia juga diterima dari dunia Internasional, khususnya dari International Ombudsman Institute (IOI), Asian Ombudsman Assosiation (AOA) dan dari United State Ombudsman Assosiation (USOA). Dalam setiap kegiatan konferensi yang diselenggarakan oleh ketiga perhimpunan Ombudsman tersebut, Ombudsman RI selalu diundang sebagai peserta.
Sebagaimana diamanatkan dalam pasal 2 UU No.37 tahun2008 Ombudsman merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri dan tidak memiliki hubungan organic dengan lembaga negara dan instansi pemerintahan lainnya, serta dalam menjalankan tugas dan wewenangnya bebas dari campur tangan kekuasaan lainnya. Sedangkan pasal 4 UU No. 37 tahun 2008 Ombudsman bertujuan:
a. Mewujudkan negara hukum yang demokratis, adil,dan sejahtera;
b. Mendorong penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang efektif dan efisien, jujur, terbuka, bersih, serta bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme;
c. Meningkatkan mutu pelayanan negara di segala bidang agar setiap warga negara dan penduduk memperoleh keadilan, rasa aman, dan kesejahteraan yang semakin baik;
d. Meningkatkan budaya hukum nasional, kesadaran hukum masyarakat, dan supremasi hukum yang berintikan kebenaran serta keadilan.
Sejak berdiri, Komisi Ombudsman mendapat dana dari APBN melalui kantor sekretariat negara dan juga bantuan dari The Asia Foundation (TAF). Saat ini Komisi Ombudsman telah memperoleh pula bantuan dana dari Partnership for Governance Reform in Indonesia (Partnership), sebuah badan pemberi dana yang bekerja sama dengan United Nations for Development Program (UNDP) dalam rangka membantu instansi-instansi public di Indonesia melaksanakan asas-asas pemerintahan yang baik. Di samping itu perlu disebut, beberapa bantuan dari badan pemberi dana lain; seperti Netherlands Organization for International Cooperation in Higher Education (Nuffic, Belanda) dan Legal Reform Program (LRP, Australia), dengan catatan, bahwa pencarian dan pengelolaan dananya dilakukan langsung oleh institusi bersangkutan.
Seperti instansi public lain, Komisi Ombudsman membuat perencanaan kegiatan untuk selama lima tahun. Di samping itu dibuat pula perencanaan tahunan untuk kegiatan-kegiatan dan proyek-proyak yang akan dilaksanakan selama tahun berikutnya. Perencanaan tahunan ini selalu dijadikan dasar untuk melakukan evaluasi pencapaian kegiatan-kegiatan atau keberhasilan proyek-proyek Komisi Ombudsman di akhir tahun kerja.
Komisi Ombudsman, sesuai dengan Kepres Nomor 44 tahun 2000 memiliki wewenang untuk melakukan klarifikasi, monitoring atau pemeriksaan atas laporan masyarakat mengenai penyelenggaraan negara khususnya pelaksanaan oleh aparatur pemerintah termasuk lembaga peradilan terutama dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Sedangkan menurut pasal 6 UU No.37 tahun 2008 Ombudsman berfungsi mengawasi penyelenggaraan pelayanan public yang diselenggarakan oleh Penyelenggara Negara dan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Hukum Milik Negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan public tertentu.
Menurut pasal 7 UU No. 37 tahun 2008 Komisi Ombudsman bertugas:
a. Menerima Laporan atas dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan public;
b. Melakukan pemeriksaan substansi atas Laporan;
c. Menindaklanjuti Laporan yang tercakup dalam ruang lingkup kewenangan Ombudsman;
d. Melakukan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan public;
e. Melakukan koordinasi dan kerja sama dengan lembaga negara atau lembaga pemerintahan lainnya serta lembaga kemasyarakatan dan perseorangan;
f. Membangun jaringan kerja;
g. Melakukan tugas lain yang diberikan oleh undang-undang.
Dalam menjalankan fungsi dan tugasnya, Ombudsman berwenang:
a. Meminta keterangan secara lisan dan/atau tertulis dari Pelapor, Terlapor, atau pihak lain yang terkait mengenai Laporan yang disampaikan kepada Ombudsman;
b. Memeriksa keputusan, surat-menyurat, atau dokumen lain yang ada pada Pelapor ataupun Terlapor untuk mendapatkan kebenaran suatu Laporan;
c. Meminta klarifikasi dan/atau salinan atau fotokopi dokumen yang diperlukan dari instansi mana pun untuk pemeriksaan Laporan dari instansi Terlapor;
d. Melakukan pemanggilan terhadap Pelapor, Terlapor, dan pihak lain yang terkait dengan Laporan;
e. Menyelesaikan laporan melalui mediasi dan konsiliasi atas permintaan para pihak;
f. Membuat Rekomendasi mengenai penyelesaian Laporan, termasuk Rekomendasi untuk membayar gati rugi dan/atau rehabilitasi kepada pihak yang dirugikan;
g. Demi kepentingan umum mengumumkan hasil temuan, kesimpulan, dan Rekomendasi.
Pengawasan eksternal yang dilakukan lembaga swadaya masyarakat atau LSM maupun mahasiswa dalam pemberantasan korupsi sering tidak focus. Hal ini menyebabkan mereka sering tidak ditanggapi oleh penyelenggara negara. Selain itu,masih terdapat jarak yang cukup jauh, khususnya antara LSM sebagai salah satu organisasi nonpemerintah dan aparat penyelenggara negara, karena perbedaan landasan keberadaan masing-masing. Bila LSM dibangun atas keinginan masyarakat, maka lemabaga negara keberadaannya dilandasi dengan undang-undang. Perbedaan tersebut mengakibatkan timbulnya resistensi dari aparat penyelenggara negara pada saat mereka “diawasi” oleh lembaga nonpemerintah. Resistensi itu makin kuat manakala aparatur negara/pemerintah menghadapi permasalahan kongkret dengan menggunakan perantara yang bersifat formal, procedural, dan hierarki structural.
Penguatan terhadap Komisi Ombudsman dalam pengawasan pelaksanaan pemberantasan korupsi, kemudian menjadi sangat penting. Pada saat warga negara melihat ada sesuatu yang salah, ketidak puasan bermunculan, keluhan terhadap birokrasi tak ditanggapi, sistem penegakan hukum sangat lamban, mahal, dan jauh dari kemudahan, saat itulah Ombudsman banyak dilirik orang. Secara umum tugas dan fungsi Komisi Ombudsman adalah melakukan pengawasan terhadap proses pemberian pelayanan umum oleh penyelenggara negara. Di Indonesia,tugas tersebut diperluas meliputi penyelidikan dan pengawasan pada sistem administrasi negara guna memastikan agar sistem itu membatasi korupsi sampai pada tingkat yang minim.
Sebagai tolok ukur penegakan hukum di Indonesia lembaga peradilan merupakan tempat terakhir penyelesaian sengketa masyarakat. Sekecil apapun penyimpangan yang dilakukan oleh aparat peradilan akan berakibat kepada rasa ketidakadilan masyarakat. Sudah menjadi hal yang lumrah bahwa dalam sengketa perkara di Peradilan ada pihak yang menang dan kalah, sehingga diperlukan ketelitian yang sungguh-sungguh dalam menangani laporan masyarakat menyangkut peradilan.
Dalam hubungan ini, pernah Komisi menerima laporan dari dua belah pihak yang berperkara di Pengadilan, namun Komisi memegang teguh asas ketidak berpihakan atau “impartiality principle” laporan tersebut dapat ditangani dengan baik.Adapun permasalahan yang sering berulang disampaikan oleh pelapor adalah masalah putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, akan tetapi tidak dapat dieksekusi. Dalam praktek sering ditemukan bahwa sampai bertahun-tahun eksekusi putusan tidak dapat dilaksanakan. Padahal menurut ketentuan perundang-undangan, putusan semacam itu harus dieksekusi sekalipun ada perlawanan atau bantahan dari Termohon Eksekusi. Hal ini merupakan dorongan bagi Komisi untuk membuat rekomendasi yang cermat dan tepat untuk masalah tersebut sehingga kepastian hukum dapat dirasakan.
Asas yang dianut Ombudsman RI adalah kebenaran, keadilan, non-diskriminasi, tidak memihak, akuntabilitas, keseimbangan, dan transparasi. Adapun sifat Ombudsman Republik Indonesia adalah mandiri, bebas dari campur tangan pihak lain, sedangkan tujuan Ombudsman Republik Indonesia antara lain adalah mendorong penyelenggaraan pemerintahan yang bersih serta meningkatkan mutu pelayanan negara di segala bidang.
Dibawah ini peneliti tunjukan beberapa data laporan masyarakat tentang kelemahan pelayanan yang dilakukan oleh para penyelenggara pemerintah dari urutan rengking/klasifikasi dari banyaknya yang dilaporkan masyarakat.







Gambar 2. Diagram Penerimaan Laporan Masyarakat Berdasarkan Substansi
Sumber : Ombudsman RI, dimuat di Suara Ombudsman Nomor 3 Tahun 2008,
halaman 7.

Dari diagram di atas dapat diketahui bahwa substansi maladministrasi yang terbanyak dilaporkan adalah Penundaan Berlarut (Undue Delay), yaitu sebanyak 164 laporan atau 33,20%. Jumlah tersebut berbeda secara signifikan dengan substansi kedua terbanyak yang dilaporkan masyarakat yaitu bertindak sewenang-wenang sebanyak 68 laporan atu 13,77%.
Disusul kemudian oleh substansi tidak menangani sebanyak 54 laporan atau 10,93%, penyimpangan prosedur 43 laporan atau 8,70%, bertindak tidak adil 38 laporan atau 6,07%. Substansi tidak menangani hanya berjumlah 36 laporan pada tahun 2007, sedangkan pada tahun 2008 meningkat menjadi 48 laporan. Substansi permintaan imbalan uang/korupsi pada tahun 2007 berjumlah 25 laporan, pada tahun 2008 meningkat menjadi 33 laporan. Fenomena ini memperlihatkan bertambah buruknya kualitas pemberian pelayanan public oleh instansi pemerintah hingga mewujudkan pada tindakan ekstrim yaitu meminta imbalan uang bahkan tidak melakukan pelayanan kepada masyarakat.
INSTANSI PEMERINTAH
JUMLAH
%
Kepolisian
160
28,93%
Pemerintah Daerah
138
24,95%
Lembaga Peradilan
72
13,02%
Kejaksaan
40
7,23%
Instansi Pemerintah (Kementerian & Departemen
33
5,97%
Badan Pertanahan Nasional
32
5,79%
BUMN/BUMD
28
5,06%
Lembaga Pemerintah Non Departemen
14
2,53%
Perguruan Tinggi Negeri
7
1,27%
DPR
5
0,90%
Perbankan
4
0,72%
Komisi Negara
3
0,54%
Badan Pemeriksa Keuangan
2
0,36%
Lain-lain
1
0,18%
14
2,53%
TOTAL
553
100,00%

















Sumber : Ombudsman RI, dimuat di Suara Ombudsman Nomor 3 Tahun 2008,
halaman 6.
Gambar 3. Tabel Data Penanganan Keluhan Masyarakat Berdasarkan Klasifikasi Instansi Yang Dilaporkan


Sementara itu dari tabel di atas dapat diketahui bahwa instansi yang terbanyak dilaporkan masyarakat hingga periode triwulan III tahun 2008 adalah Kepolisian, yaitu sejumlah 160 laporan (28,93%). Disusul oleh instansi Pemerintahan Daerah sebanyak 138 laporan (24,95%), dan lembaga-lembaga Negara yang lain.
Dari data pengaduan masyarakat atas kinerja instansi pemerintahan tersebut sebagaimana disebutkan, namun peneliti masih menemui kejanggalan tentang dari sekian banyak permasalahan apakah semua dapat diselesaikan Ombudsman dan bentuknya penyelesaiannya berupa apa? Pertanyaan-pertanyaan itulah yang memperkuat pendapat peneliti bahwa pelayanannya kurang memuaskan. Hal ini tentunya diperkuat dengan pendapat Prof. Philipus Hadjon, SH pada bahan kuliah magister hukum Universitas Airlangga menyebutkan bahwa “misi Ombudsman adalah untuk membangkitkan keluhan-keluhan terhadap administrasi pemerintah, untuk menggunakan kekuasaannya yang luas dalam penyelidikan untuk melaksanakan pemeriksaan administrasi pasca keputusan, untuk membuat pertimbangan yang mengkritik atau membela administrator, dan untuk melaporkan secara umum penemuan-penemuannya dan rekomendasinya tetapi tidak untuk merubah keputusan administrasi. Dari uraian tersebut terus terang temuan-temuan peneliti dapat disimpulkan bahwa tindakan-tindakan Ombudsman hanya merupakan tindakan yang hanya memberikan saran agar instansi terlapor dapat memperbaiki dan jangan mengulangi kecerobohan tersebut. Tapi missal terdapat laporan masyarakat yang menghendaki adanya pembatalan keputusan tidak mungkin dilakukan Ombudsman.
Adapun tentang indenpendensi Ombudsman, menurut Antonius Sujata dan RM. Surachman membuat klasifikasi dalam tiga jenis (Sujata & Surachman : 2002; 57-58) Pertama; Indenpendensi Ombudsman yang sifatnya institusional, artinya Ombudsman sama sekali bukan bagian dari instituisi negara yang telah ada. Oleh karena itu ia sama sekali tidak diawasi oleh kekuasaan negara, dan harus memperoleh kedudukan yang tinggi. Kedua; Indenpendensi Ombudsman yang bersifat fungsional, maksudnya: Ombudsman tidak boleh dicampuri (atau diperintah) dan ditekan oleh siapapun. Untuk mencegah jangan sampai ada tekanan yang sifatnya intimidatif, Parlemen harus memberikan wewenang yang kuat pada Ombudsman baik secara politis maupun yuridis, dan juga didukung anggaran yang memadai. Ketiga; Indenpendensi Ombudsman yang sifatnya personal, artinya seorang Omudsman haruslah pribadi-pribadi yang memiliki integritas, kredibilitas, dan kapabilitas yang memadai sehingga dapat dipercaya masyarakat. Oleh karena itu untuk menjadi seorang Ombudsman harus melalui tahapan seleksi sangat ketat yang dilakukan oleh Tim seleksi yang independensi Parlemen. Ombudsman yang dilakukan independensi personal akan mampu menjalankan tugasnya secara adil dan tidak berpihak.
Bilamana hal tersebut diwujudkan peneliti dapat menyimpulkan Ombudsman dapat mampu mewujudkan sistem demokrasi yang modern dan berkeadilan. Hal ini dimasa mendatang peran Ombudsman sangat penting untuk mewujudkan terlaksananya sistem pemerintahan yang goodgovernance. Oleh karena Indonesia meskipun menganut sistem presidensial, parlementary Ombudsman tetap memiliki peluang untuk berkembang dan menjadi efektif karena didukung peran singifikan dari Parlemen dalam melakukan “check and balance” terhadap eksekutif, apalagi praktek quasi parlementer selama ini masih di jalankan.
Dengan demikian harapannya Ombudsman dapat memiliki daya paksa dalam melakukan tindaklanjut atas laporan/informasi atas pengaduan masyarakat (pasal 7 UU No. 37/2008) termasuk surat tanpa nama. Hal ini disebabkan di Indonesia jaminan perlindungan pelapor masih kelabu walaupun sudah ada dasar hukumnya (UU No. 13 Th. 2006 tentang perlindungan saksi dan pelapor). Sehingga Ombudsman seyogyanya dapat memperhatikan hal tersebut, walaupun tidak melampirkan bukti, karena untuk memperoleh bukti sangat sedikit tapi bila menjelaskan nama-nama pejabat yang dapat di hubungi untuk dilakukan klarifikasi. Terima kasih harapan rakyat bila Ombudsman dapat lebih tegas, sehingga dapat memuaskan rakyat.
Berdasar uraian diatas peneliti berpendapat bahwa bila pemerintah menunjuk Ombudsman sebagai satu-satunya institusi pemerintah yang memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap kinerja departemen,lembaga pemerintah nondepartemen,karena berlandaskan pada hal-hal sebagai berikut : pertama Ombudsman berkedudukan sebagai lembaga negara yang kedudukannya sejajar dengan Presiden,kedua indepedensi cukup terjaga karena kedudukannya tidak mungkin mendapat tekanan dari pihak manapun termasuk institusi pemerintah lainnya,ketiga pemilihan para ombudsman sangat selektif melalui pertimbangan dari segi kredibilitas,integritas dan kompetensi.Sehingga tinggal tergantung pemerintah menunjukkan dukungan dan good wil serta antosias pemerintah untuk selalu memberi kepercayaan, dengan demikian bila pemerintah menghadapi permasalahan tidak perlu membentuk organ-organ lain yang bersifat ad hoc ( seperti sat gas dan tim ).Hal ini disebabkan dukungan pemerintah sudah cukup memberi fasilitas pada ombudsman baik berupa Peraturan perundangan ( UU No. 37 Tahun 2008),kantor dan seperangkat lainnya seperti anggaran,aparatur ( para ombudsman dan asisten ) jadi tinggal sikap pemerintah berupa kepercayaan yang secara terus-menerus seperti terhadap KPK bahkan dapat menjadi parner.Peneliti yakin dapat memacu kinerja institusi semakin meningkat dan kepercayaan rakyat akan segera pulih terhadap pemerintah khususnya para penegak hukum serta dapat segera mewujudkan ombudsman sebagai Magistrature of influence ( Mahkamah Pemberi Pengaruh ).
Harapan Ombudsman sebagai lembaga pengawas independen sangat besar,karena lembaga yang ada pada tiap-tiap institusi telah terbukti lemah yaitu cenderung membela pelaku yang merasa senasib, contoh lolosnya proses mutasi mantan pejabat suami istri dengan persyaratan dan usia yang sebetulnya masuk kategori melanggar peraturan perundang-undangan.Hal ini bisa masuk kewenangan ombudsman,karena masuk kategori perbuatan mal administrasi sebagaimana ditentukan dalam UU No. 37 tahun 2008 dan harus tegas serta dapat memaksa pada institusi terkait untuk member informasi.Peneliti yakin bila lembaga-lembaga yang memiliki fungsi pengawasan dapat menjalankan tugasnya secara konsisten seperti Komisi Yudisial yang berani menindak para hakim nakal. Ini mungkin perlu dukungan semua pihak termasuk media yang dapat menayangkan pada public untuk memperkenalkan pada public tentang peran ombudsman yang penting untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan akuntabel.
Dengan demikian para ombudsman harus peka pada fenomena di masyarakat yaitu berkembangnya kebiasaan menuangkan ketidakpuasan atas pelayanan dan ketidakadilan melalui jejaring sosial ( facebook ) dapat diminimalisir,sehingga betul-betul terjadi democrasi must be delivery untuk rakyat dan terwujud ombudsman sebagai Magistrature of influency bagi rakyat sekaligus akan mendukung terwujudnya Negara demokrasi yang modern dan terhormat.
Keberadaan Ombudsman di Indonesia tidak terlepas dari saran dan kritik yang disampaikan oleh masyarakat agar di masa yang akan datang kinerja Ombudsman di Indonesia lebih efektif dalam menjalankan fungsinya. Harapan tersebut menyangkut beberapa hal berikut ini:
a. Pengembangan Institusi
Sebagian masyarakat dan stakeholder mengharapkan pengembangan institusi Ombudsman demi menghadapi tantangan di masa yang akan datang. Pengembangan dimaksud meliputi perencanaan sumberdaya manusia, dan fasilitas penunjang yang memadai, sehingga laporan masyarakat dapat ditindaklanjuti dengan segera.
b. Pengembangan fungsi dan kewenangan
Sementara itu beberapa Pejabat Publik yang pernah dilaporkan kepada Ombudsman mengharapkan kecermatan (accuracy) data yang digunakan sebagai bahan untuk menyusun rekomendasi. Oleh karena itu, Komisi Ombudsman harus mengoptimalkan kegiatan investigasi terutama investigasi di lapangan (in situ investigation). Kendala lain di saat ini, Komisi Ombudsman tidak berwenang melakukan upaya paksa untuk menghindarkan pihak-pihak yang dilaporkan guna memberi keterangan di hadapan Ombudsman agar duduk persoalan yang dilaporkan/dikeluhkan menjadi lebih jelas.
c. Sumber Daya Manusia
Komisi Ombudsman harus mengembangkan Sumber Daya Manusia baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Jumlah Asisten dan staf secretariat pada saat ini masih jauh dari memadai. Penambahan staf akan mempercepat tindak lanjut laporan. Sementara itu para staf juga masih perlu dibekali dengan pengetahuan taknis baik teknis yuridis maupun teknis manajemen kesekretariatan. Di samping itu, komisi Ombudsman perlu menyusun perencanaan Sumber Daya Manusia sehubungan dengan sistem kepegawaian, kesejahteraan sehingga ada kepastian bagi staf yang bekerja pada Kantor Ombudsman. Selanjutnya, pengiriman staf pada berbagai pendidikan dan pelatihan yang relevan dengan tugasnya perlu ditingkatkan guna menambah wawasan dan kapasitas intelektualnya.





IV. PENUTUP
Setiap proses penyelesaian permasalahan seharusnya dilandasi oleh pengakuan kesetaraan antara pelapor dengan terlapor, sebab pada hakekatnya terdapat kesamaan derajat atau asas kesejajaran (equality principle) antara institusi yang berkewajiban memberi pelayanan dengan anggota masyarakat yang berhak melaporkan pelayanan.
Efektifitas Ombudsman sangat ditentukan oleh pelapor dan juga intitusi yang dilaporkan. Tanpa adanya dorongan pelapor melalui laporan yang kompeten, konkrit, jelas disertai data pendukung serta niat baik institusi terlapor (untuk menindaklanjuti laporan) tentu tidak akan menghasilkan apapun.
Sementara itu Ombudsman harus bekerja lebih keras agar masyarakat semakin merasakan manfaat Ombudsman sebagai salah satu tempat untuk dapat menyelesaikan permasalahan pemberian pelayanan, penyimpangan serta ketidakadilan yang dilakukan oleh aparatur Negara.
Tiga pilar dalam upaya mewujudkan pemerintahan yang baik yaitu masyarakat, pelaksanaan penyelenggaraan negara dan Ombudsman, kiranya di masa depan dapat saling bekerjasama dengan sebaik-baiknya. Keberhsilan Ombudsman selain ditentukan oleh kinerjanya sendiri juga lebih banyak ditentukan oleh tekad dan kemauan para penyelenggara negara, aparat pemerintah serta peradilan untuk menindaklanjuti rekomendasi Ombudsman. Tanpa langkah konkrit untuk perbaikan maka upaya memperbaiki diri serta mencegah dilakukannya penyimpangan.
Rekomendasi Ombudsman yang tidak mengikat lebih merupakan sebagai control moral. Karena itu rekomendasi yang tidak mengikat tersebut semestinya bukan menjadi kelemahan bagi Ombudsman. Tetapi justru menjadi kekuatan Ombudsman. Apabila melalui suatu pertimbangan, saran atau rekomendasi Ombudsman yang tidak mengikat, namun diakui serta ditindaklanjuti berarti terdapat nilai-nilai kewibawaan ataupun penghormatan setidak-tidaknya pengaruh terhadap institusi terkait. Sehingga memang mengandung kebenaran bahwa Ombudsman bukanlah “Mahkamah Pemberi Sanksi” (Magistrature of Sanction) melainkan “Mahkamah Pemberi Pengaruh” (Magistrature of Influence).
Kerjasama dengan instansi Pemerintah/Peradilan, Akademisi, Lembaga Swadaya Masyarakat, Tokoh-tokoh Masyarakat, Perseorangan dan lain-lain demi lebih memperkenalkan sekaligus memperkuat eksistensi Ombudsman merupakan kegiatan yang amat penting untuk terus dilaksanakan. Ombudsman merupakan kegiatan yang amat penting untuk terus dilaksanakan. Ombudsman sangat mengharapkan agar pada masa mendatang setiap lembaga Pemerintahan/Peradilan dapat memiliki/menyusun sendiri standar minimum pemberian pelayanan, sehingga masing-masing institusi setidaknya memiliki pedoman yang konkrit dalam memberi pelayanan sebagai abdi Negara dan abdi masyarakat.

Selasa, 15 September 2009

RENUNGAN BANYAKNYA PELANGGARAN TINDAK PIDANA KORUPSI M.Makhfudz,SH MH

Abstraksi

Lemahnya penindakan terhadap pelaku tindak pidana korupsi masih sangat terasa,karena hukum kita masih terkesan lebih mudah untuk menghukum rakyat daripada untuk menghukum pejabat KPK dan penegak hukum lain masih mempunyai pretensi bahwa yang dimaksud korupsi yaitu sama dengan suap ( penyuapan ), gratifikasi, illegal loging. Tindakan lain yang merugikan Negara yang lain belum terjamah.Dengan demikian untuk melakukan penindakan diperlukan suatu perencanaan strategis dan diperlukan peningkatan profesionalisme para penegak hukum.

Summary

The criminal law has served better to punish the crimes of citizens than the crime of government against citizens “

Succesful police work must be swift, efficient and effective this means adequate personal, equipment and support resoures, productive but fair investigative and arres procedur and above all, strong back up from prosecutors and courts inbringing arrested person promptly to trial. The most abvious unmet need in the law enforcement establishment is intelligent planning and strategy on how to make the most effective use of justice resources to prevent crime. A sprits of professionalsm is obviously an important part of this obyective

Pendahuluan

Memelihara kemuliaan diri untuk terhindar dari korupsi dalam sebuah iklim yang korup bukanlah perkara sederhana. Pesona uang membuat orang terancam lupa. Disatu sisi akal dan budi atau pikiran dan perasaan tersebut memungkinkan munculnya tuntutan-tuntutan hidup manusia yang lebih. Tuntutan-tuntutan tersebut dapat berupa tuntutan jasmani dan rohani. Berangkat dari hal tersebut manusia sebagai makhluk yang berbudaya tidak lain adalah makhluk yang senantiasa mendayagunakan akal budinya untuk menciptakan kebahagiaan. Dan seharusnya disadari bahwa sesuatu yang membahagiakan hidup manusia hakekatnya adalah sesuatu yang baik,benar dan adil, maka dapat dikatakan hanya manusia yang selalu berusaha menciptakan kebaikan,kebenaran dan keadilan sajalah yang berhak menyandang gelar manusia berbudaya. Maka bila ada seseorang yang kebablasan mengatakan bahwa korupsi adalah budaya bangsa Indonesia, penulis terus terang tidak sependapat karena budaya hanya untuk menyebut hal-hal yang bersifat positif dan yang baik-baik saja.Namun yang membuat manusia mudah terperosok adalah manusia yang telah dikodratkan sebagai makhluk yang lemah sebagaimana firman Tuhan yang berbunyi makhalul insyanu ma’alkhotoq( manusia tempatnya lupa ).

Maka dengan pesona uang membuat orang terancam lupa; missal seperti peristiwa yang sedang hangat dibicarakan masalah pembahasan Rancangan Undang-undang Tentang Mahkamah Agung. Bahasan utamanya adalah bagaimana upaya memperpanjang usia pensiun ini menjadi syah/legal.Karena masa pensiun adalah masa yang masih menjadi sesuatu yang menggelisahkan para penghuni ( para hakim ) rumah yang disebutnya Mahkamah Agung. Contoh lain sebetulnya ada namun tidak kontras tidak melibatkan kelompok orang banyak ( legislator/ DPR ) yaitu yang dilakukan kelompok keluarga mantan pejabat tinggi LPND mereka suami istri melakukan hal yang sama dengan saudaranya yang ada di Mahkamah Agung, tapi suami istri tersebut menempuh hal yang tidak terjamah perhatian khalayak ramai sehingga damai-damai saja.

Itulah gambaran manusia yang sedang dirundung lupa. Lupa menanyakan asal-usulnya,lupa kapasitas yang dimiliki, lupa integritas yang dibangunnya, dan lupa bahwa ada suatu massa ketika lidah tak bisa berdusta. Semaju-majunya zaman,selera orang terhadap uang tak pernah berubah. Mereka yang hidup dalam pemberhalaan komoditas bahkan tambah parah. Makin kreatif cara mendapatkannya, tapi makin minus keberdabannya ( contoh kedua peristiwa tersebut karena keduanya menggambarkan orang-orang perkasa yang sedang berjuang demi kepentingan diri dan keluarganya dengan memberdayakan legislator agar tindakannya dianggap legal, sehingga tak ada kesan korupsi/merugikan negara).

Dalam dunia politik,menaklukan suara rakyat yang disebut suara Tuhan menjadi sedemikian mahalnya. Kapasitas,integritas dan keseriusan bekerja untuk rakyat belum cukup. Perlu membangun citra dan sebagainya yang semuanya perlu dana. Hal itulah banyak orang terpaksa memperosokan diri demi pemenuhan hasratnya. Dari fenomena-fenomena tersebut mengundang pemerintah geram yang ditandainya dalam pidato Presiden Susilo Bambang Yudoyono mengatakan tidak ada toleransi bagi kejahatan korupsi baik di pusat maupun didaerah. ( sambutan Presiden RI pada sidang paripurna DPR 22/8 2008 )

Pernyataan tersebut bukan retorika belaka. Tapi sudah menjadi kebulatan tekad dan sudah menjadi ikon yang sengaja ditonjolkan pemerintah. Wacana kontemporer yang telah dikembangkan lebih dari sekedar pengucapan tekad dan himbauan moral yang diulang-ulang lewat pidato-pidato resmi. Namun pembicaraan telah bergulir jauh lebih progresif yaitu bagaimana memberikan hukuman maksimal pada koruptor sehingga mereka tidak lagi berani mengulangi lagi perbuatannya dan pihak-pihak yang akan berbuat dilingkupi perasaan jera untuk melakukannya. Semua dilakukan karena korupsi dianggapnya berbahaya bagi kemaslahatan bersama. Setidaknya ada enam metode yang hangat didiskusikan guna menindak para koruptor.

Pertama tersangka,terdakwa dan terpidana kasus korupsi menggunakan pakaian khusus, kedua terpidana kasus korupsi dipenjarakan di Nusakambangan,ketiga terpidana korupsi dikenai hukuman tambahan berupa kerja social, keempat identitas lengkap dan jenis kejahatan yang dijalankan terpidana korupsi dibeberkan melalui publikasi yang massif sehingga masyarakat mampu mengakses, kelima terpidana kasus korupsi dijerat hukuman mati dan keenam dihimbau pada kepada semua pihak yang mengetahui ada tindak pidana korupsi supaya melapor pada pejabat yang berwajib ( Polisi, KPK ) dan pelapor dilindungi oleh Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi/Pelapor.

Semua jenis hukuman bertujuan agar menumbuhkan perasaan jera pada para pelaku ataupun calon pelaku. Sasaran utama yang dituju adalah bukan sekedar mempermalukan, tetapi sengaja dihinakan dan ingin menunjukan tubuh para koruptor telah tidak berguna dan dirasakan amat menjijikan dalam kehidupan social.Tuhan telah menggambarkan dalam firmanya yang berbunyi asfala safilin( artinya sesuatu yang sangat rendah ).

Model penghukuman demikian telah dilaksanakan pada tahun 1926 pada kajian Filosof Michel Foucau dalam karyanya yang berjudul “ Disciplin and Punish ( 1977)( Triyono Lukmantoro ). Foucault mengkaji bagaimana kekuasaan mengerahkan teknik-teknik tertentu untuk menghujamkan hukuman bagi pihak-pihak yang dianggap melanggar hokum. Tubuh para terhukum disiksa karena dinilai telah melabrak ketentuan hokum sang raja. Aspek hukuman yang bersifat spektakulair sengaja dipertontonkan.Dimaksudkan agar orang lain mengalami ketakutan.Di Indonesia hukuman mati telah diakomodir dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000 namun belum memberikan efek jera karena ditandai dengan tertangkapnya anggota KPPU dan belum memberi kesan hakim untuk menghukum para koruptor dengan hukuman yang berat yaitu ditandai dengan penjatuhan hukuman pada Bupati Pelalawan dengan hukuman ringan pada telah banyak merugikan Negara lebih dari satu trillyun melebihi yang dilakukan oleh jaksa Urip Trigunawan.

Lemahnya konsistenti Penanggulangan Korupsi

Dalam praktek sering disimpulkan bahwa Negara sulit menghukum pejabat, tetapi sangat mudah menghukum rakyat. Padahal yang dikorupsi adalah uang rakyat. Tidak ada efek jera bagi pejabat yang melihat uang Negara sebagai obyek untuk dijarah. Hukum didesain lebih untuk rakyat daripada untuk penguasa.Hukum ditujukan pada kasus pelanggaran warga dan tidak disiapkan untuk menghadapi kejahatan terstruktur yang melibatkan pejabat. Kalau uraian tersebut diatas direnungkan memang ada benarnya . Kejadian-kejadian yang sedang hangat dibicarakan dan dicontohkan diatas adalah kejadian yang menggambarkan orang-orang perkasa ( pimpinan/mantan )sedang mendemontrasikan keperkasaanya tanpa melihat keperkasaanya itu melanggar etika. Karena para orang perkasa itu secara tidak disadari sedang memperlihatkan bahwa sesungguhnya sedang memeperlihatkan pada rakyat atau mantan anak buahnya bahwa dirinya tidak tahu apa yang disebut dengan pengertian Kesadaran hukum

Bahwa yang disebut kesadaran hukum adalahsuatu kondisi mental seseorang subyek tatkala harus menghadapi suatu imperatif normative untuk menentukan pilihan perilakunya,yang lengkapnya berdimensi dua. Dimensi pertama adalah dimensi kognitifnya,yaitu pengetahuannya tentang hokum yang mengatur perilaku tertentu yang tengah ia lakukan ( conth; entah melarang,entah memerintahkan)Dimensi kedua adalah dimensi afektif, adalah keinsyafannya bahwa hokum yang diketahuinya itu memang sebenar-benarnya harus diturut.( Prof Soetandyo W ,2002;374 ).Kemudian diterapkan dalam kasus missal tentang MA, bukankah MA telah tahu peraturan perundang-undangan yang mengatur batas usia pensiun bagi pejabat pemerintah yaitu pada Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian PNS usia PNS adalah 56 tahun dan dapat diperpanjang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk Hakim Agung adalah 65 tahun ( UU MA ).

Dengan demikian tinggal kesediaan hatinya untuk mematuhi hokum yang sebenar-benarnya kemudian dilengkapi dimensi kognitifnya, maka tentunya harus dapat menentukan pilihan untuk mematuhi aturan yang masih berlaku itu tidak perlu memaksa pihak lain ( pejabat yang berwenang ) dengan segala cara ditempuh. Demikian juga bagi mantan pejabat LPND yang juga gusar menghadapi pensiun dengan memaksakan pejabat institusi lain untuk member i peluang untuk melakukan proses mutasi kejabatan lain yang usia pensiunnya lebih tua dengan merusak/melanggar konvensi yang telah berlaku yaitu persyaratan jabatan tersebut harus S2 yang linier dengan S1 ( S1 teknik S2 teknik ). Dan proses yang sangat cepat padahal aturan yang berlaku untuk proses mutasi paling tidak satu tahun sebelum jatuh tempo pension ( PPno. 9 Th 2002 )dan usia 50 tahun bukannya kurang dua bulan sebelum usia pension( 60 th ).Yang lebih berat lagi dilakukan suami isteri tak tahu bagaimana caranya yang jelas semua tidak ethict. Itu berarti kedua pejabat atau orang perkasa tersebut bahwa sikapnya batinnya untuk mematuhi hukumnya hanya sebatas kognitif saja, maka konsekwensinya ketaatan yang dibangkitkan dari kesadaran semacam itu akan tidak lebih daripada kesediaan subyek untuk to compy atau to conform saja. Maksudnya kesadaran dan ketaatan seperti itu hanya sekedar untuk menyesuaikan perilakunya secara formal, atau dalam wujudnya yang lahiriah saja, kepada apa yang telah dikaidahkan, lain halnya apabila kesadaran ini dituntaskan sampai meliputi aspek yang afektif. Ketaatan yang timbul secara asosiatif dengan kesadaran yang berpangkal dari afeksi sang subyek seperti itu akan melahirkan kesediaan untuk taat yang lebih lanjut daripada sekedar to comply atau to conform tersebut. Kesadaran itulah yang melahirkan suatu kesediaan untuk taat atas dasar adanya kemantapan hati untuk mematuhi apa yang diperintahkan oleh hokum ( to obey ). Sekedar menghubungkan dengan pengertian corrupt artinya jahat, busuk, makanya dirasa pantaslah. Karena kalau melihat efek dari perbuatan sang pemimpin/mantan pemimpin akan mengakibatkan system dan kredibilitas institusi / kepercayaan institusi ( MA/ LPND ) jelas akan menurun.Namun sangat disayangkan pengertian korupsi yang dikembangkan KPK baru sekedar korupsi yang tertangkap tangan seperti penyuapan, gratifikasi, illegal loging. Sedang korupsi dalam arti yang luas yaitu perbuatan yang mengakibatkan kerugian secara tidak langsung tidak sampai. Karena kedua perbuatan orang perkasa tersebut akan mengakibatkan kerugian karena Negara terpaksa harus menanggung beban gaji yang harus dibayar bisa selama 5 tahun atau 10 tahun dengan daya kerja seorang papa ( opa ) yang rendah/ tidak sama sekali, sehingga mengakibatkan pemborosan.Dan kepercayaan yang merosot terhadap institusi tidak dapat diperhitungkan.

Hukum merupakan lembaga social yang diciptakan baik untuk mencapai tujuan-tujuan social atau untuk memenuhi kebutuhan kepentingan masyarakat maupun untuk melindungi kepentingan-kepentingan individu dalam kehidupan bermasyarakat. Perbuatan korupsi merupakan suatu perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai yang ada dalam kehidupan social. Karena korupsi menciptakan kondisi diskriminatif dan mengganggu rasa keadilan masyarakat. Sehingga untuk menanggulanginya diperlukan aturan hukum dan penegakkannya, yang memberikan kepastian hokum kepastian hokum kepada setiap orang, agar keadilan dan kesejahteraan masyarakat dapat tercapai. Penegakkan hokum dalam praktek dikenal ada beberapa istilah penerapan hokum” dan “ pelaksanaan hukum “ ( rechstoepassing, law enforcement, application )( Rahardjo 2000;181 )

Prof Soedikno Mertokusumo ( 1996; 36 ) memberikan batasan tentang penegakkan hokum; bahwa pelaksanaan hokum dapat berarti menjalankan hokum tanpa ada sengketa atau pelanggaran. Lebih lanjut beliau menyatakan bahwa dalam menegakkan hokum ada tiga unsur yang harus diperhatikan yaitu ; kepastian hukum ( rechtsicherheit ),kemanfaatan ( zweckmassigkeit), keadilan ( gerechtigheid ).

Kepastian hokum merupakan perlindungan yustiabel terhadap tindakan sewenang-wenang, yang berarti bahwa seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu. Fiat justitia et pereat mundus (meskipun dunia ini runtuh hokum harus tetap ditegakkan).Sebaliknya masyarakat mengharapkan manfaat dalam pelaksanaan atau penegakkan hukum. Keadilan bagi masyarakat adalah hal utama yang harus diperhatikan dalam penegakkan hukum.( Mertokusumo; 1999;145 ) Penegakkan hukum berdasarkan pada Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK )diatur kewenangan KPK antaralain dapat melakukan penyadapan, dapat memerintahkan pada instansi terkait untuk mencekal dan lain sebagainya. Hal ini dirasakan adanya bukti yaitu banyak pejabat public yang telah tertangkap tangan berkat dari hasil penyadapan, pejabat public dari bermacam-macam institusi yaitu antara lain; Kejaksaan Agung, Komisi Yudisial, BPK, anggota DPR, KPU,KPPU, anggota KPK yang nakal.Tapi bukti-bukti tersebut tetap tidak membuat jera, bahkan tindak pidana korupsi makin canggih missal, yang masih dalam penyelidikan yaitu tersebarnya 400 lembar travel chek ke anggota DPR, pembahasan UU tentang Mahkamah Agung yang disinyalir bertebaran uang perjalanan karena pembahasannya dilakukan di Cipanas. Timbul pertanyaan apakah dibenarkan pembahasan UU dilakukan diluar gedung terhormat DPR ?, pejabat melindungi praktek mutasi yang berlatar belakang memperpanjang usia pension yang dilakukan oleh mantan pimpinan LPND suami istri dan beberapa kawan pada instansi terakhir yang disebut masuk kategori kolusi karena ada unsur memaksakan aturan yang seharusnya bertentangan dengan konvensi yang telah berlaku pada instansi tersebut. Konvensi tersebut mengatur tentang syarat pengangkatan suatu jabatan fungsional tertentu antara lain disebutkan harus lulus S2 ( Pasca sarjana ) yang linier dengan S1 ( contoh: S1 Teknik maka S2 juga harus Teknik, tetapi memaksakan diri yang S1 Teknik dan S2 MM untuk disetujui ). Dengan demikian terpaksa institusi tersebut mengorbankan para calon jabatan fungsional yang pontesial muda usianya, terpaksa harus gugur dan memaksakan diri menerima mantan pimpinan LPND tersebut atas nama kehormatan, sehingga mengakibatkan pemanfaatan anggaran ( APBN ) menjadi tidak efektif dan efisien. Karena untuk membiayai gaji sang papa ( yang sudah jompo ) dan saya yakin tidak mungkin efektif karena beliau hanya berlatar belakang untuk memperpanjang usia pension tapi Negara yang harus membiayai gajinya selama 5-10 tahun. Berapa saja kerugian Negara akibat kelakuan suami istri mantan pimpinan LPND beserta kawan-kawan. KPK belum mampu menyidik kasus yang makin canggih tersebut walaupun informasi konon sudah disampaikan ke KPK. Informasi ini adalah merupakan cerminan masyarakat untuk merespon adanya tindakan KKN yang terjadi, hal ini harus diberi penghargaan dan pemerintah wajib melindungi karena dijamin oleh Undang-undang No. 13 Tahun2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Pelapor serta merupakan hasil tanggap positif dari pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Masyarakat dan Pemberian Penghargaan Dalam Mencegah Tindak Pidana Korupsi.Kasus tersebut diatas yang dilakukan suami istri adalah merupakan kenyataan dan fakta hukum dan sekaligus merupakan bukti pandangan para pejabat tinggi terhadap hukum hanya dari aspek politik yang memandang hukum sebagai secarik kertas yang hanya berisi anjuran saja.Sebagaimana pendapat Van Apeldoorn mengemukakan beberapa pengikut paham hukum adalah kekuasaan sebagai berikut; pertama,Kaum Shopis di Yunani berpendapat keadilan adalah apa yang berfaedah bagi orang yang lebih kuat;kedua,Lassalie mengatakan konstitusi suatu negara bukanlah Undang-undang Dasar yang tertulis yang hanya merupakan secarik kertas melainkan merupakan hubungan-hubungan kekuasaan yang nyata dalam negara.Hanya sebagai kekecualian dan dalam keadaan luarbiasa orang lemah merupakan bagian dari konstitusi;ketiga,Gumplowics mengatakan hukum merupakan cerminan penaklukan yang lemah oleh yang kuat, hukum adalah susunan definisi yang dibentuk oleh pihak yang kuat untuk mempertahankan kekuasaannya;keempat,pengikut aliran positivisme banyak berpendapat bahwa kepatuhan kepada hukum tidak lain dari tunduknya orang yang lebih lemah pada kehendak yang kuat, sehingga hukum merupakan hak orang yang terkuat.(Teori Hukum dan Konstitusi,Dr.H.Dahlan Thaib, SH-90 th 2001)

Pemberantasan Korupsi di Singapura

Singapura adalah Negara pulau yang terkecil di ASEAN yang paling kaya, makmur, aman dan tertib. Walaupun Singapura tergolong Negara makmur, tertib dan paling kecil korupsinya tetapi Singapura tetap mempunyai tekad membentuk Badan Anti Korupsi yang disebut CPIB ( Corrupt Practices Investigation Burrau ) Undang-undang anti Korupsi pun segera dibentuk sejak tahun 1960 yang kemudian beberapa kali di amandemen yaitu Tahun 1963, 1966, 1972, 1981, 1989 dan 1991. Konstitusi yang mengatur Korupsi sering dikenal dengan singkatan PCA ( Prevention of Coruruption Act ). PCA disusun dilator belakangi oleh kenyataan pada letak geografis dari posisi Singapura dalam kegiatam ekonomi di ASEAN yaitu sebagai pusat perniagaan antar Negara tetangga dengan Negara luar, maka PCA dibentuk untuk mencegah adanya tindakan korupsi ditubuh Kantor Bea dan Cukai. Berbeda dengan Hongkong membentuk Komisi Pemberantasan Korupsi karena dipicu dengan merajalelanya korupsi dikalangan Kepolisian.( Prof Andi Hamzah 2005;57 ) Pendirian CPIB didukung sepenuhnya oleh Sesepuh Singapura yaitu Lee Kuan Yew. Kewenangan penyidik CPIB diatur dalam CPC ( Criminal Prosedure Code ) pasal 122 bahwa penyidik dapat melakukan penyidikan tanpa dibekali Surat Perintah. Perlindungan saksi /pelapor dan informasi saksi tidak diwajibkan atau diizinkan untuk mengungkap nama dan alamat seorang pelapor atau memberikan sesuatu pernyataan yang dapat menjurus pada ditemukannya identitas pelapor. Yang perlu mendapat perhatian dari kasus tindakan korupsi meliputi hal-hal yang diatur dalam pasal 10, 11 PCA disamping meliputi penyuapan juga ada disebut korupsi tidak substantive yang meliputi antara lain; enggan memberi informasi, menghalangi jalannya peradilan korupsi.

Yang menggembirakan CPIB ( Komisi Anti Korupsi ) tidak terlalu pusing / sibuk karena masyarakat Singapura sudah tertib, kesadaran hokum pejabat dan rakyatnya sudah tinggi ( Kesadaran hokum yang memenuhi dimensi baik kognitifnya maupun afektifnya ) serta pemerintahnya sudah bersih ( clean government ).Tidak seperti di Indonesia pejabat tingginya yang seharusnya menjadi teladan yang baik tapi justru mempelopori tindak korupsi terlebih dahulu dan tidak mau diberi peringatan.

Daftar Pustaka

Drs IGM Nurjana SH MHum,Korupsi Dalam Praktek Bisnis PT Gramedia Pustaka 2005

Prof Dr Andi Hamzah, PerbandinganPemberantasan Korupsi ,Sinar Grafika Jakarta 2005

Mertokusumo, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar,Liberty Yogya 1999

Prof Rahardjo S, Masalah Penegakkan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologi,PT Sinar Baru Bandung 1990.

Sabtu, 09 Mei 2009

LAHIRNYA KORUPSI DAN SOLUSI PEMBERANTASANNYA

Abstraksi
Korupsi yang tumbuh bagai jamur dimusim hujan dan diperkirakan tidak akan hilang atau berkurang menguras perhatian banyak pihak untuk memikirkan kiat atau solusi obat yang paling mujarab dan ada yang memikirkan bagaimana kalau memberikan sanksi yang berat yang memberikan efek jera bagi pelaku KPK kebanjiran ide-ide, bahkan ICW mengirimkan motif baju ( seragam ). Penulis berpendapat lebih baik memikirkan melakukan pembinaan atau pengembangan pada para penegak hukum bagaimana mendayagunakan para penegak hukum termasuk didalamnya polisi supaya ditingkatkan profesionalisme untuk mencegah korupsi yang lebih besar lagi yang merusak tatanan kehidupan.

Summary

Succesful policework must be swift, efficient and effective this means adequate personel, equipment and support resources, productive but fair investigative and arres procedurand above all, strong back up from prosecutors and courst in bringing arrested person promptly to trial. The most abvious un met need in the low enforcement establishment is intelligent planning and strategy on how to make the most effective use of police resources to prevent crime. Asprits of professionalism is obviously an important part of this obyective.



A Pendahuluan

Kata atau istilah korupsi tak henti-henti menghiasi mas media Ibu Pertiwi. Baik korupsi sebagai peristiwa atau kejadian baru diungkap maupun berupa tulisan atau makalah dari sederet orang pinter yang bermaksud memberi sebuah opini. Awal populernya istilah korupsi sebagai pemberitaan saat kita menggugat kepemimpian Pak Harto sekitar 10 tahun lalu. Sebagai sebuah catatan buruk, atau sebagai sebuah onggokan dosa Orde Baru. Diantaranya, adalah KKN ( korupsi, kolusi, dan nepotisme )
Tema KKN sebagai pijakan awal gerakan reformasi, KKN perlu segera digaris bawahi bahwa KKN adalah semacam penyakit kanker yang secara perlahan akan membuat Ibu Pertiwi berjalan sempoyongan dan kemudian mati.KKN telah membangunkan anak bangsa, untuk bangkit membuat sebuah komitmen yang mengikat semua pihak untuk memerangi korupsi dengan segala daya.
Sambutan anak bangsa ini menggeliat, mereka berlomba membuat sebuah organisasi Lembaga Swadaya Masyarakat ( LSM ). LSM anti korupsi bermunculan, bak jamur tumbuh dimusim hujan.LSM anti korupsi yang dikenal masih gencar membuat penelitian dan penyidikan adalah ICW dan TII ( Transparency Internasional Indonesia.
Bersamaan dengan temuan-temuan peristiwa korupsi, pemerintah saat itu terjadi krisis kepercayaan. Krisis kepercayaan ini berlangsung cukup lama, sampai terjadi gerakan rakyat seakan menggambarkan sedang terjadi revolusi sosial. Salah satu tuntutan reformasi adalah “ hapuskan KKN dari bumi Pertiwi “. Kemudian tidak lama lagi tuntutan rakyat tersebut direspon dengan dibuatnya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi,Kolusi, dan Nepotisme.Bahkan pemerintah waktu itu berhasil membentuk sebuah lembaga yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ), dan sebuah Tim TIKOR yang sekarang telah berakhir.
Pergantian kepemimpinan negara saat itu, solah-olah dalam aktifitas keseharianya menjalankan pemerintahan berupa balas dendam. Karena dalam kesehariannya, berupa membongkar kejelekan pemerintahan masa lalu atau sering disebut dengan bahasa populer “ pemerintah saat ini adalah sedang bersih-bersih atau cuci piring dari pemerintah yang lalu “.
Harapan terhadap tugas KPK yang menggunung itu hampir tumpas begitu saja, karena membuahkan sebuah kekecewaan. Hal ini disebabkan oleh hasil penelitian yang dilaksanakan oleh sebuah organisasi bahwa KPK telah berhasil membongkar kasus korupsi Rp 600 milyar ditambah Rp 364 mil jadi berapa persen total dari dana yang dikeluarkan.negara. Saat itu sempat jadi bahan ejekan yaitu KPK kedatangan tamu tidak diundang yang sengaja datang dari kawasan timur, mengaku telah menikmati hasil korupsi. Namun KPK tidak ada hasrat menyambut, maka menarik para calon undangan KPK. KPK kembali didatangi tamu tidak diundang pejabat ( Bupati/Wakil bupati ) yang hampir habis masa jabatannya dengan dalih setelah pensiun nanti tidak diseret-seret menjadi saksi atau jadi tersangka korupsi.Kalau kedua tamu tersebut, tidak ada tidak lanjut KPK untuk melakukan penelitian penulis yakin dimasa mendatang akan dibanjiri tamu tak diundang.
Rasa-rasanya sulit untuk mengatakan telah ada kemajuan mendasar dalam level strategi dan prioritas pemberantasan korupsi di ibu pertiwi tercinta ini.Telah empat tahun yang lalu sejak United Nation Convention Againt Corruption ( UNCAC ) diterima disidang Majelis Umum PBB ( Resolusi 58/4, 31 okt 2003 ). Serta ditegaskan kembali melalui peristiwa pemerintah telah ikut menandatangani/ meratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tanggal 19 September 2006.
Hal yang relative lebih mengkhawatirkan, sampai detik ini paradaeng pemberantasan korupsi masih terhitung mengecewakan.Terlebih telah terjadi proses seleksi pemilihan ketua KPK yang baru, dengan terpilihnya figur pimpinan dari sebuah institusi penegak hukum yang dicap terkorup.Telah memancing banyak pihak untuk ikut berprasangka jelek ( shu udzon ) terhadap institusi terkait yang ikut dalam proses pemilihan sehingga beliau menjadi pilihan terbaik dari yang lebih baik. Dari beberapa tulisan di masmedia baik itu berupa artikel atau tulisan berita terbongkarnya kasus korupsi, penulis tertarik untuk melakukan sumbang saran bukan saran yang sumbang menurut kemampuannya sesuai kerangka berpikir yang dimilikinya

A1 Latar belakang

Tulisan ini merupakan suatu pengamatan dari suatu pernyataan-pernyataan pemerintah resmi baik berupa kebijakan-kebijakan maupun yang berupa tindakan nyata untuk cepat memberantas korupsi,kolusi dan nepotisme.Kebijakan-kebijakan pemerintah tersebut dapat disebutkan antaralain :
1. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dari korupsi,kolusi,dan nepotisme.
2. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
3. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
4. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi
5. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara
6. Keppres Nomor 17 Tahun 1999 Tentang Pembentukan Komisi Pemeriksaan Kekayaan Penyelenggara Negara
7. Keppres Nomor 80 Tahun 2003 Tentang Pengadaan Barang dan Jasa
8. Inpres Nomor 6 Tahun 1971 Tentang Badan Koordinasi untuk mengkoordinasikan Masalah Uang palsu,narkotika dan Pemberantasan Tidak Pidana Korupsi
9. Inpres Nomor 5 Tahun 2004 Tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi
Disamping hal tersebut, pemerintah telah ikut serta meratifikasi konvensi internasional dalam rangka mengeffektikan tindakan pemberantasan korupsi, antara lain;
1. Konvensi PBB Tentang Pemberantasan Korupsi atauUnited Nation Convention Againt Corruption 7 Oktober 2003
2. Konvensi PBB Tentang Pemberantasan Korupsi ( Konvensi Wina 2003 ) Report of the adhoc Committee for the Negotation of the Convention Against Corruption of the Work of its First to Seventh Sessions.
Yang menarik untuk dianalisis adalah setumpukan kebijakan dan tindakan nyata untuk melakukan pemberantasan korupsi namun kasus tindak pidana korupsi terus terjadi bahkan cenderung terus meningkat.

B. Rumusan permasalahan.
Yang menjadi permasalahan pemerintah kini dan masa mendatang. Adanya sikap tinadak pemerintah untuk secara terus menerus membenahi aparat penegak hukum baik dalam arti kelembagaan ataupun personal penegak hukum itu sendiri, demikian juga para penyelenggara negaranya.Hal ini disebabkan karena masalah korupsi sudah menjadi epidemic yang juga hidup dilingkungan kantor pemerintah.
Dari beberapa fenomena terlebih dikaitkan dengan langkah-langkah pemerintah sebagai tersebut diatas dapat diambil kesimpulan sebuah permasalahan;
Semakin besar/banyak langkah pemerintah untuk memberantas korupsi, semakin banyak pula tindak pidana korupsi yang terbongkar dan muncul tindak pidana korupsi yang baru dilakukan oleh penyelenggara Negara.

C. Metode analisis

Tulisan ini merupakan hasil pengamatan yang terjadi dalam praktek penyelenggaraan negara.Berupa praktek penyalahgunaan kekuasaan ( douternemen depouvour ) yang merugikan negara.Dari kejadian tersebut pengamat melakukan analisis dengan mendekatkan pada teori/pendapat ahli dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Analisis itu dilakukan dalam kajian kepustakaan yang membahas masalah korupsi.
Hasil kajian tersebut, dituangkan dalam penulisan melalui metode deskriptif analisis, yaitu menggambarkan hasil pembahasan kemudian dilakukan analisis untuk memperoleh kejelasan tentang masalah yang dikaji tersebut.

C.1 Kerangka teori/ Metode.

Penulis dalam membahas korupsi, tertarik untuk menelusuri dari akarnya terjadinya..korupsi. Terlebih dulu melihat istilah korupsi dalam kamus bahasa inggris karangan I Markus Willy berasal dari kata Corrupt artinya jahat, busuk/ menjadi jahat,membusuk, Corrubtible artinya mudah disuap.Dalam kamus bahasa Indonesia korup artinya berkenaan dengan menerima suap, memanfaatkan jabatan untuk mengeruk keuntungan secara tidak syah, sedang korupsi artinya perbuatan berupa menerima suap, memanfaatkan jabatan untuk mengeruk keuntungan secara tidak sah.Dalam definisi tersebut terdapat unsure-unsur dari pengertian korupsi yaitu (a)menyalah gunakan kekuasaan (doternement depouvour)(b)kekuasaan yang dipercayakan( baik sector public maupun swasta)memiliki akses bisnis atau keuntungan materiil(c)keuntungan pribadi( tidak selalu berartihanya untuk pribadiorang yang menyalahgunakan kekuasaan, tetapi juga anggota keluarga dan teman-temannya). Istilah korupsi dalam kostitusi yaitu Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme pasal 1 sebagai berikut ; korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi;kolusi adalah permufakatan atau kerja sama secara melawan hukum antar penyelenggara negara atau antara penyelenggara negara dan pihak lain yang merugikan orang lain, masyarakat, dan atau negara;nepotisme adalah setiap perbuatan penyelenggara negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya diatas kepentingan masyarakat, dan atau negara.
Selanjutnya penulis mempelajari pelakunya adalah manusia.Penulis akan membahas melalui pendekatan agama. Manusia dilihat dari awal penciptaannya dalam firman Allah surat attain ayat 4 artinya sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya( laqod kholaqnal insaana fii akhsanitaqwiim )Memang manusia diciptakan Tuhan lebih sempurna dibandingkan makhluk lainya. Karena manusia memiliki akal pikiran dan budi ( etika, moral,qolbu ). Tidak berarti dengan itu manusia dapat terhindar dari hal yang mencelakakan. Justru dengan akal banyak manusia dapat celaka.Dengan kesenangan manusia dapat celaka ( lihat arti corrubtible )( surat at takaatsur ayat 1 bunyinya alha kumuttakaatsur )
Penulis lebih tertarik pada sebuah hadits nabi Muhammad saw tentang pernyataan bahwa manusia adalah tempat pelupa dan kemiskinan mendekati kekufuran( karo faq’u anbakuuna kufro ).Antara sabda nabi dan firman sangat berhubungan bahwa manusia bila diberi kesenangan terlebih-lebih diberi kemiskinan akan menjadi ingkar atau kufur. Kufur adalah suatu kondisi yang menggambarkan seseorang yang tidak mau mentaati aturan atau kewajiban atau bisa disebut dengan predikat jahat.( corrupt ) . Penulis akan memulai pembahasan korupsi dari kedua sabda nabi yaitu manusia yang lemah dan kemiskinan baik dalam arti sempit atau dalam arti luas.

D. Pembahasan
D.1 Korupsi karena kebutuhan

Seseorang yang tadinya baik tiba-tiba bisa menjadi buruk karena ada beberapa factor yang pertama tentunya karena kebutuhan materiil ( sesuai hadist nabi kemiskinan dekat dengan kekufuran ) atau sering disebut corruption by need.Hal ini dalam lapangan banyak terjadi namun dampaknya tidak begitu fatal artinya dampak tidak mampu mempengaruhi system kehidupan dalam masyarakat, misalnya banyak pegawai yang terlambat kerja karena mencari sambilan sebagai tukang ojek, bagi pegawai yang ditempatkan bagian pelayanan dengan memperlambat dengan harapan dapat upah atas pelayanan yang diberikan.Menurut pendapat Syeh Hussein Al atas mengatakan ; terjadinya korupsi adalah apabila seseorang pegawai negeri menerima pemberian yang disodorkan oleh seseorang dengan maksud memengaruhinya agar memberikan perhatian istimewa pada kepentingan-kepentingan sipemberi.Kadang-kadang juga dapat berupa perbuatan menawarkan pemberian uang hadiah lain yang dapat menggoda pegawai tersebut.Termasuk dalam pengertian ini juga pemerasan yaitu permintaan pemberian atau hadiah seperti itu dalam pelaksanaan tugas-tugas public yang mereka urus bagi keuntungan mereka sendiri( Prodjohamidjojo 2001;11).
Pendapat tersebut diakui banyak menjadi faktor penyebab yang cukup dominant, baik pada kelompok pegawai kecil ( rendahan ) dan bisa juga pada kelompok pegawai klas atas. Pengaruh pada pegawai kecil contoh pegawai yang ditempatkan pada pelayanan pengurusan KTP di Kantor Kalurahan/ Kades.Tapi perlu dicermati kejadian pelanggaran terhadap norma dari seseorang untuk mencari keuntungan untuk dirinya dengan mengabaikan kerugian/bahaya pada orang lain sudah menggejala keseluruh lapisan masyarakat. Contoh penjualan ayam bangkai ( ayam tirem ), daging sapi glonggongan dansebagainya.Tingkat kejadian sudah pada tingkat yang membahayakan.Ini merupakan tugas pemerintah untuk selalu melakukan penyuluhan agar timbul adanya perubahan mental pada masyarakat. Sebagaimana pendapat G Peter Hoefnagels ;keadaan tersebut merupakan bagian politik sosial seperti perencanaan masyaraka, penyehatan mental masyarakat( social and mental hygiene )yang tidak semata-mata bertujuan untuk pencegahan tidak pidana, semuanya dalam kerangka usaha peningkatan kondisi social dan merupakan bagian penegakkan hokum yang bersifat preventif( Dr Abdussalam SH MH 2000;93)selanjutnya dikatakan kepentingan-kepentingan social yang perlu dilindungi menurut Bassiouni adalah antara lain; perlindungan warga masyarakat dari kejahatan,kerugian atau bahaya-bahaya yang tidak dapat dibenarkan yang dilakukan oleh orang lain.

D.2 Korupsi karena miskin moral/iman.

Korupsi yang dilakukan oleh para pimpinan, kebanyakan dari mereka bila dilihat dari segi ekonomi sudah mapan.Sehingga timbulnya korupsi dikarenakan oleh sifat rakus atau pengamat lebih suka disebutnya kemiskinan moral/iman.Karena sudah tidak kenal malu bahkan bangga telah berhasil mengelabuhi contoh mantan pimpinan LPND suami istri yang bangga dapat melakukan mutasi ke jabatan yang usia pensiunnya lebih panjang dengan memerintahkan pimpinan instansi yang berwenang ataupun pada bawahanya.Inilah awal dari timbulnya korupsi yang dilakukan oleh pimpinan yang berawal dari suatu perintah kemudian didukung pula adanya adagium setiap perintah harus dijalankan oleh bawahan.Disamping itu pula masih adanya system yang hidup dalam masyarakat. Adanya adagium setiap pimpinan harus dihormati sehingga dengan demikian harus dilindungi sekalipun tindakannya tidak dibenarkan, contoh pernyataan/usulan yang ditujukan pada mantan gubernur Bank Indonesia walaupun beliau telah mengakui telah menerima uang tersebut tapi supaya dianggap selesai ( SP 3 ). Hal ini sesuai dengan kata aslinya korupsi dari bahasa Belanda “ straafbaarfeit “ yang berasal dari dua kata yaitu straafbaar artinya dapat dihukum dan feit artinya sebagian dari kenyataan, sehingga arti keseluruhan sebagian kenyataan yang dapat dihukum. ( Evi Hartuti 1999; 24 ). Lebih lanjut pendapat Simon yang mengatakan bahwa
Straafbaar feit adalah tindakan melanggar hokum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan oleh Undang-undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum.Js Nye berpendapat bahwa korupsi adalah perilaku yang menyimpang dari atau melanggar peraturan kewajiban-kewajiban normal peran instansi pemerintah dengan jalan melakukan atau mencari pengaruh,status,gengsi untuk kepentingan pribadi ( keluarga, golongan,kawa) Pimpinan suatu institusi karena ditangannya terdapat kewenangan yang diartikan sebagai perintah . Sehingga dianggapnya sebagai sesuatu yang dibolehkan dan barang siapa yang tidak mematuhinya sebagai melanggar perintah atasan.
Hal ini sesuai dengan pendapat Hans Kelsen dalam tulisannya General Theory of Law yang mengatakan is of the opinionthat a command is distinguished from other significations of desire, not bythe style in which the desire is signified, but by the power and purpose of the party commanding to inflict and evil or pain in case the desire be disregarded.Arinya kekuasaan Negara itulah yang memberikan perintah dalam bentuk hokum, bukan sekedar keinginan atau hasrat tertentu. Selanjutnya Hans Kelsen melanjutkan pendapatnya bahwa perintah itu mengikat.Mengatakan : “ a command its binding, not because the individual commanding has actual superiority in power. But because he is ‘authorized’ or ‘empowered’ only if normative order, which is presupposed to be binding, confers on him this capacity, the competence to issue binding command.’
Artinya suatu perintah adalah mengikat, bukan karena kewibawaan individu yang memiliki suprioritas dalam kekuasaan , tetapi karena dia disyahkan dan diberi kewenangan mengeluarkan perintah yang bersifat mengikat. Dan ia adalah syah berkuasa atau diberi kekuasaan hanya jika peraturan hukum mensyaratkan mengikat, memberi padanya kapasitas mengeluarkan perintah yang mengikat .

Berdasar pada teori tersebut diatas aturan hukum dapat disisipkan didalamnya sebuah pesanan rezim yang dikemas sedemikian rupa menjadi seolah-olah sebuah perintah walaupun mungkin dapat bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat.Contoh yang paling menarik adalah menyangkut peradilan di Indonesia yang di kemukakan Prof Ahmad Ali ( Jurnal Ultimatum STIH IBLAM edisi II ) “Persoalan Peradilan di Indonesia sangat menarik bukan karena baiknya proses peradilan, namun karena buruknya image dimata public baik Indonesia maupun intrnasional. Salah satu contoh, kasus peradilan Tomy Soeharto yang memang tidak diputus bebas, tetapi hanya dijatuhi vonis 15 tahun, karena terbukti melakukan pembunuhan berencana pada Hakim Agung Syafiuddin,menyimpan senjata illegal di Hotel Cemara.

Kasus korupsi yang marak terjadi dan sedang dalam proses pengungkapan sesuai dengan teory diatas seperti contoh pada Gubernur Bank Indonesia yang melibatkan aparat yang luas baik yang ada pada Bank Indonesia sendiri maupun ke anggota Parlemen ( DPR ), maka biasanya kasus korupsi sifatnya ruwet,karena bila dikaji proses keluarnya keputusan dari sudut Hukum Administrasi memenuhi syarat formal. Karena melalui prosedur pembicaraan antar direktur, kemudian antar deputi dan terakhir deputi senior gubernur.Namun yang menjadi masalah adalah dana tersebut seharusnya diperuntukan untuk pengembangan SDM BI yang menjadi domein YPPI menjadi diperuntukan untuk biaya bantuan hukum para pejabat BI.Dari permasalahan tersebut mulai masuk ranah Hukum Pidana khusus, karena terdapat unsur-unsur douternement de paouvour ( pelampauan kewenangan ) dan onrechtmatighaed ( melawan hokum ). Hal ini sesuai yang diungkapkan anggota DPR (tertuduh)ternyata dana yang seharusnya mengalir ke DPR Rp 31 ml ternyata hanya Rp 24 ml, berarti selisihnya untuk kebutuhan pribadi. Kasus yang menimpa para Bupati demikian juga karena mereka menafsirkan sebuah perintah sebagai sesuatu yang harus dijalankan dan sebagai sesatu yang dikhalalkan menurut individu yang melakukan. Akhirnya hal yang menyangkut sesuatu yang seharusnya tidak boleh dilakukan ternyata dilakukan demi pesanan rezim ( menjadikan Hutan Lindung disulap menjadi pusat kota Modern ).Dari peristiwa tersebut pelaku sudah tidak memperhatikan nilai-nilai yang seharusnya diperhatikan tanpa memikirkan kerusakan yang diakibatkan tindakannya tersebut.Orang demikian sudah tidak masuk dalam kategori sebagai makhluk yang mempunyai derajat yang tinggi dihadapan Tuhannya, tetapi masuk dalam kategori makhluk yang paling rendah dihadapan Tuhan ( as fala stafilin ).Kasus straafbaar feit ( korupsi ) dimasa yang akan datang sangat berkembang pesat, untuk membongkar kasus tersebut memperlukan profesionalisme khusus artinya untuk membongkar kasus tersebut diperlukan keahlian ilmu tertentu, karena kasus tersebut sangat tersembunyi dibawah norma-norma hokum seolah-olah benar.Penulis memprediksi tindak korupsi masih terus akan marak dan berkembang yang lebih sulit dideteksi contoh temuan yang disinyalir terjadi di BPH Migas menyalah gunakan BBM subsidi negara dirugikan Rp 700 ml dan ada dugaan tersebarnya Travel cek ( 400 ) disinyalir banyak ada yang telah mencairkan sejumlah 40 lmbr. Sehingga dimasa mendatang penyidik memerlukan profesionalisme dan dituntut adanya kejujuran baik dari penyuap ataupun penerima .Hal ini juga dilakukan oleh pimpinan atau pejabat publik yang takut pension dan institusi yang dipimpinnya mempunyai jaringan yang sangat luas karena semua institusi pemerintah dalam aktivitasnya selalu melibatkan institusi tersebut, dalam hal urusan pembinaan aparatnya. Kewenangan yang ada tersebut dimanfaatkan saat menghadapi purna bakti,dengan melakukan mutasi pada jabatan yang usia pensiunnya lebih panjang dengan mengajak istri dan teman seperjuangkan ( apakah hal tersebut tidak melanggar UU no 28 th 1999 tentang KKN ).Pelaku tersebut sudah tidak mempertimbangkan nilai-nilai kebaikan yang ada pada dirinya missal pelaku tersebut sebagai pejabat yang didalamnya memiliki fungsi atau kewenangan untuk melakukan nasehat/pertimbangan pada pejabat pada institusi lain untuk tidak melakukan, misal ada instansi yang akan melakukan keputusan untuk memperpanjang usia pension karena staf tersebut sangat patuh atau karena utang budi sebagai tim sukses Bupati, tapi ternyata secara diam-diam pimpinan tersebut melanggar untuk keuntungan dirinya. Dan mungkin juga selaku pimpinan suka diminta untuk memberi nasehat pada acara pelepasan anak buahnya yang memasuki masa purna bakti, ia menasehati pada anak buah tersebut supaya mensikapi dengan ungkapan sikap legowo . Namun ia dibelakang mengotak-atik aturan hukum supaya ia dapat terlindungi dengan menyalah gunakan kewenangan demi keuntungan dirinya dan keluarganya, tanpa memikirkan nilai-nilai yang rusak akibat tindakannya yang dilanggarnya maupun nilai/citra yang menimpa dirinya sebagai public figur yang seharusnya dapat menjadi tauladan dihadapan anak buahnya. Bukan hal tersebut saja yang seharusnya dipikirkan yaitu bagaimana setelah aturan tersebut dilanggar apakah akan menimbulkan kewibawaan aturan tersebut harus dipatuhi terlebih terhadap insitusi yang dengan kewenangannya seharusnya melakukan pembinaan, belum pada system yang ditimbulkannya tentu akan merusak.

Prof Baharudin Lopa berpendat motif melakukan perbuatan pidana korupsi ada yang berkedok melakukan perbuatan yang bersifat kemanusiaan missal membantu orang memasukan ke pegawai negeri dengan melalui seseorang dengan memungut sejumlah dana dan sebagainya. Ada yang melakukan korupsi karena motif ganda yaitu motif untuk kepentingan individu dan kepentingan partai seperti yang sedang ditangani kejaksaan yang melibatkan pejabat publik ( anggota DPR ).
Js Nye berpendapat bahwa korupsi adalah perilaku yang menyimpang dari atau melanggar peraturan kewajiban-kewajiban normal peran instansi pemerintah dengan jalan melakukan atau mencari pengaruh, status dan gengsi untuk kepentingan pribadi ( keluarga,golongan,kawan dan teman ) Hal ini kita ingat kejadian pada malam lebaran yang dilakukan oleh seorang pejabat Kajari di Gorontalo yang merasa diremehkan karena tidak diperhitungkan oleh aparat Pemda dan mencurigai aparat lain ( Polisi ) telah diperhatikannya( rekaman KPK )





D.3 Solusi pemberantasan Korupsi

D.3.1 Pembenahan dan Pemberdayaan Fungsi,Peran dan Tugas Penegak Hukum.
Tindak pidana korupsi dalam fakta dilapangan sudah menjadi epidemi yang hidup dilingkungan kantor pemerintah. Dalam pengamatan penulis untuk menentukan keberhasilan pemberantasan korupsi ditentukan adanya beberapa tindakan yang menjadi prasyarat, antara lain ;

Dukungan langsung atau tidak langsung dari seluruh komponen bangsa
Penyusunan, implementasi dan operasionalisasi rancang tindak bersama atau individual) yang dilakukan secara terpadu dan bersama oleh segenap unsur terkait, termasuk LSM dan kampus.
Pembangunan komitmen setiap warga masyarakat untuk memelihara profesi penegak hokum.
Pembenahan Lembaga Hukum sebagai anteseden bagi pulihnya kepercayaan masyarakat terhadap Supremasi Hukum.
Realisasi dukungan langsung yang dilakukan pemerintah dengan melakukan pembentukan intregitas moral ( moral force ) para penegak hokum. Ini dilakukan dengan membenahi kondisi para pengemban tugas dan peran para penegak hukum. Integritas dan kekuatan moral para penegak hokum sangat menentukan effektifitas pemberantasan korupsi demi penegakkan hokum positif yang dicita-citakan bukannya hokum yang lumpuh ( Rahardjo; 1999;15 ). Yang menentukan untuk membentuk integritas moral dan kekuatan moral penegak hokum adalah dengan memperbaiki ;
1. Economy risk, yaitu tingkat kesejahteraan dan resiko kesejahteraan para penegak hokum.
2. Politic risk, yaitu memberi dukungan sarana dan prasarana serta anggaran bagi para penegak hokum agar dapat melaksanakan tugasnya yang maksimal.( contoh pemerintah telah menaikan gaji hakim 300% )
Prof Baharudin Lopa ( Kompas 9-10-1996 )berpendapat apabila ditelusuri lebih jauh, ternyata ketidak berdayaan pemerintah dan aparat penegak hokum dalam upaya pemberantasan korupsi bukan disebabkan oleh kurang baiknya undang-undang melainkan karena factor utama kelemahhan system yang merupakan produk integritas moral . Keberhasilan memperbaiki system tersebut sangat tergantung pada integritas moral seseorang, sebab yang memiliki pikiran bahwa system perlu diperbaiki adalah orang yang bermoral pula. Selanjutnya berkata kelemahan lain adalah keteladanan yang dimulai dari lapisan atas. Keteladanan ini di Indonesia sangat sulit dicari, contoh realita yang terjadi pada mantan pimpinan LPND suami istri melakukan mutasi ke jabatan yang usia pensiunnya lebih panjang yang diproses secepat kilat.Padahal aturan mutasi dapat dilakukan paling lambat satu tahun sebelum usia pension, tapi yang dilakukannya dua atau tiga bulan sebelum usia 60 tahun ( bertentangan dg PPno. 9 Th 2002 tentang Wewenang Pemindahan… )
Pembenahan kelembagaan hokum . Dengan melakukan reformasi terhadap pelaksanaan pembenahan kekuasaan kehakiman yang dirasakan belum merdeka. Reformasi pelaksanaan kekuasaan kehakiman yaitu dengan melakukan perubahan terhadap Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 Tentang Mahkamah Agung. Dengan menempatkan kekuasaan kehakiman sesuai dengan amanat dalam Undang-Undang Dasar 1945 ( pasal 24,25 ).Mengubah kekuasaan kehakiman yang tadinya dibawah pembinaan Departemen Hukum dan Ham diubah menjadi seluruh badan-badan peradilan dibawah Mahkamah Agung.

Hal pokok lain adalah melakukan amandemen Undang-Undang Dasar 1945 dengan melakukan penambahan pada pasal 24 dan 25 . Dalam rangka melakukan pembenahan Lembaga-lembaga Hukum untuk menciptakan suatu Lembaga Penegak Hukum yang tangguh dan dapat menghasilkan produk keputusan yang adil dan benar. Disebutkan dalam passal 24 B Undang-undang Dasar 1945, tentang pembentukan Komisi Yudisial berbunyi :

1. Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan penngangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang dalam rangka menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim


2. Anggota Komisi Yudisial harus memiliki pengetahuan dan pengalaman dibidang hokum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela.
3. Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan DPR.

Diharapkan Komisi Yudisial dapat berperan serta dalam pembenahan para penegak hokum yang betul-betul merdeka ( artinya bebas dari kekuasaan manapun ). Dalam meningkatkan / memaksimalkan peran Komisi Yudisial, maka disusun suatu program pembentukan jejaring di delapan provinsi dengan menggabungkan pemerintah provinsi terdekat yang berbasis pada fakultag hokum, LSM dan Ormas dengan progam kerja antara lain ;
1. Melakukan riset terhadap putusan-putusan hakim didaerah, baik putusan yang terindikasi melanggar kode etik / pedoman perilaku hakim, prinsip imparsialitas dan profesionalitas, maupun putusan yang adil dan benar
2. Pendidikan dan kampanye public melawan mahfia peradilan dan investigasi pelaku mahfia peradilan
3. Advokasi public korban praktek mahfia peradilan
4. Melakukan koordinasi dengan Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung untuk memperoleh pemahaman yang lebih komprehensif dan utuh mengenai pedoman perilaku hakim yang sesuai dengan nilai-nilai etika universal dan prisip-prinsip
5. kehati-hatian dan transparansi.
Khusus bidang penanggulangan korupsi sangat mendapat apresiasi dari pemerintah yaitu dengan membentuk Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 membentuk Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ). KPK diberi kewenangan yang lebih ( khusus ) dalam melakukan pemberantasan Korupsi. KPK bila telah mendapat data adanya tindak pidana korupsi pada suatu institusi pemerintah, maka KPK dapat langsung memerintahkan pada pihak Bank untuk memblokir rekening tersangka serta meminta data kekayaan, data pajak dan meminta bantuan Interpol Indonesia atau instansi penegak hokum Negara lain untuk melakukan pencarian, penangkapan, penggeledahan dan penyitaan barang bukti diluar negeri sekalipun. ( pasal 12 UU no. 30 th 2002 ).

Dari fenomena-fenomena tersebut mengundang pemerintah geram yang ditandainya dalam pidato Presiden Susilo Bambang Yudoyono mengatakan tidak ada toleransi bagi kejahatan korupsi baik di pusat maupun didaerah. ( sambutan Presiden RI pada sidang paripurna DPR 22/8 2008 )
Pernyataan tersebut bukan retorika belaka. Tapi sudah menjadi kebulatan tekad dan sudah menjadi ikon yang sengaja ditonjolkan pemerintah. Wacana kontemporer yang telah dikembangkan lebih dari sekedar pengucapan tekad dan himbauan moral yang diulang-ulang lewat pidato-pidato resmi. Namun pembicaraan telah bergulir jauh lebih progresif yaitu bagaimana memberikan hukuman maksimal pada koruptor sehingga mereka tidak lagi berani mengulangi lagi perbuatannya dan pihak-pihak yang akan berbuat dilingkupi perasaan jera untuk melakukannya. Semua dilakukan karena korupsi dianggapnya berbahaya bagi kemaslahatan bersama. Setidaknya ada enam metode yang hangat didiskusikan guna menindak para koruptor.
Pertama tersangka,terdakwa dan terpidana kasus korupsi menggunakan pakaian khusus, kedua terpidana kasus korupsi dipenjarakan di Nusakambangan,ketiga terpidana korupsi dikenai hukuman tambahan berupa kerja social, keempat identitas lengkap dan jenis kejahatan yang dijalankan terpidana korupsi dibeberkan melalui publikasi yang massif sehingga masyarakat mampu mengakses, kelima terpidana kasus korupsi dijerat hukuman mati dan keenam dihimbau pada kepada semua pihak yang mengetahui ada tindak pidana korupsi supaya melapor pada pejabat yang berwajib ( Polisi, KPK ) dan pelapor dilindungi oleh Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi/Pelapor.
Semua jenis hukuman bertujuan agar menumbuhkan perasaan jera pada para pelaku ataupun calon pelaku. Sasaran utama yang dituju adalah bukan sekedar mempermalukan, tetapi sengaja dihinakan dan ingin menunjukan tubuh para koruptor telah tidak berguna dan dirasakan amat menjijikan dalam kehidupan social.Tuhan telah menggambarkan dalam firmanya yang berbunyi asfala safilin( artinya sesuatu yang sangat rendah ).
Model penghukuman demikian telah dilaksanakan pada tahun 1926 pada kajian Filosof Michel Foucau dalam karyanya yang berjudul “ Disciplin and Punish ( 1977)( Triyono Lukmantoro ). Foucault mengkaji bagaimana kekuasaan mengerahkan teknik-teknik tertentu untuk menghujamkan hukuman bagi pihak-pihak yang dianggap melanggar hokum. Tubuh para terhukum disiksa karena dinilai telah melabrak ketentuan hokum sang raja. Aspek hukuman yang bersifat spektakulair sengaja dipertontonkan.Dimaksudkan agar orang lain mengalami ketakutan.Di Indonesia hukuman mati telah diakomodir dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000 namun belum memberikan efek jera karena ditandai dengan tertangkapnya anggota KPPU dan belum memberi kesan hakim untuk menghukum para koruptor dengan hukuman yang berat yaitu ditandai dengan penjatuhan hukuman pada Bupati Pelalawan dengan hukuman ringan pada telah banyak merugikan Negara lebih dari satu trillyun melebihi yang dilakukan oleh jaksa Urip Trigunawan.

D.3.2 Pemberantasan Korupsi di Singapura
Singapura adalah Negara pulau yang terkecil di ASEAN yang paling kaya, makmur, aman dan tertib. Walaupun Singapura tergolong Negara makmur, tertib dan paling kecil korupsinya tetapi Singapura tetap mempunyai tekad membentuk Badan Anti Korupsi yang disebut CPIB ( Corrupt Practices Investigation Burrau ) Undang-undang anti Korupsi pun segera dibentuk sejak tahun 1960 yang kemudian beberapa kali di amandemen yaitu Tahun 1963, 1966, 1972, 1981, 1989 dan 1991. Konstitusi yang mengatur Korupsi sering dikenal dengan singkatan PCA ( Prevention of Coruruption Act ). PCA disusun dilator belakangi oleh kenyataan pada letak geografis dari posisi Singapura dalam kegiatam ekonomi di ASEAN yaitu sebagai pusat perniagaan antar Negara tetangga dengan Negara luar, maka PCA dibentuk untuk mencegah adanya tindakan korupsi ditubuh Kantor Bea dan Cukai. Berbeda dengan Hongkong membentuk Komisi Pemberantasan Korupsi karena dipicu dengan merajalelanya korupsi dikalangan Kepolisian.( Prof Andi Hamzah 2005;57 ) Pendirian CPIB didukung sepenuhnya oleh Sesepuh Singapura yaitu Lee Kuan Yew. Kewenangan penyidik CPIB diatur dalam CPC ( Criminal Prosedure Code ) pasal 122 bahwa penyidik dapat melakukan penyidikan tanpa dibekali Surat Perintah. Perlindungan saksi /pelapor dan informasi saksi tidak diwajibkan atau diizinkan untuk mengungkap nama dan alamat seorang pelapor atau memberikan sesuatu pernyataan yang dapat menjurus pada ditemukannya identitas pelapor. Yang perlu mendapat perhatian dari kasus tindakan korupsi meliputi hal-hal yang diatur dalam pasal 10, 11 PCA disamping meliputi penyuapan juga ada disebut korupsi tidak substantive yang meliputi antara lain; enggan memberi informasi, menghalangi jalannya peradilan korupsi.
Yang menggembirakan CPIB ( Komisi Anti Korupsi ) tidak terlalu pusing / sibuk karena masyarakat Singapura sudah tertib, kesadaran hokum pejabat dan rakyatnya sudah tinggi ( Kesadaran hokum yang memenuhi dimensi baik kognitifnya maupun afektifnya ) serta pemerintahnya sudah bersih ( clean government ).Tidak seperti di Indonesia pejabat tingginya yang seharusnya menjadi teladan yang baik tapi justru mempelopori tindak korupsi terlebih dahulu dan tidak mau diberi peringatan.


Daftar Pustaka

Evi Hartuti, SH ,Tindak Pidana Korupsi,Sinar Grafika , Jakarta 1999

Prof Ahmad Ali , Sosiologi Hukum Kajian Empiris Terhadap Pengadilan,BP IBLAM 2004.
Dr Adnan Buyung, SH ,Tindak Pidana Korupsi, 2000.