Selasa, 15 September 2009

RENUNGAN BANYAKNYA PELANGGARAN TINDAK PIDANA KORUPSI M.Makhfudz,SH MH

Abstraksi

Lemahnya penindakan terhadap pelaku tindak pidana korupsi masih sangat terasa,karena hukum kita masih terkesan lebih mudah untuk menghukum rakyat daripada untuk menghukum pejabat KPK dan penegak hukum lain masih mempunyai pretensi bahwa yang dimaksud korupsi yaitu sama dengan suap ( penyuapan ), gratifikasi, illegal loging. Tindakan lain yang merugikan Negara yang lain belum terjamah.Dengan demikian untuk melakukan penindakan diperlukan suatu perencanaan strategis dan diperlukan peningkatan profesionalisme para penegak hukum.

Summary

The criminal law has served better to punish the crimes of citizens than the crime of government against citizens “

Succesful police work must be swift, efficient and effective this means adequate personal, equipment and support resoures, productive but fair investigative and arres procedur and above all, strong back up from prosecutors and courts inbringing arrested person promptly to trial. The most abvious unmet need in the law enforcement establishment is intelligent planning and strategy on how to make the most effective use of justice resources to prevent crime. A sprits of professionalsm is obviously an important part of this obyective

Pendahuluan

Memelihara kemuliaan diri untuk terhindar dari korupsi dalam sebuah iklim yang korup bukanlah perkara sederhana. Pesona uang membuat orang terancam lupa. Disatu sisi akal dan budi atau pikiran dan perasaan tersebut memungkinkan munculnya tuntutan-tuntutan hidup manusia yang lebih. Tuntutan-tuntutan tersebut dapat berupa tuntutan jasmani dan rohani. Berangkat dari hal tersebut manusia sebagai makhluk yang berbudaya tidak lain adalah makhluk yang senantiasa mendayagunakan akal budinya untuk menciptakan kebahagiaan. Dan seharusnya disadari bahwa sesuatu yang membahagiakan hidup manusia hakekatnya adalah sesuatu yang baik,benar dan adil, maka dapat dikatakan hanya manusia yang selalu berusaha menciptakan kebaikan,kebenaran dan keadilan sajalah yang berhak menyandang gelar manusia berbudaya. Maka bila ada seseorang yang kebablasan mengatakan bahwa korupsi adalah budaya bangsa Indonesia, penulis terus terang tidak sependapat karena budaya hanya untuk menyebut hal-hal yang bersifat positif dan yang baik-baik saja.Namun yang membuat manusia mudah terperosok adalah manusia yang telah dikodratkan sebagai makhluk yang lemah sebagaimana firman Tuhan yang berbunyi makhalul insyanu ma’alkhotoq( manusia tempatnya lupa ).

Maka dengan pesona uang membuat orang terancam lupa; missal seperti peristiwa yang sedang hangat dibicarakan masalah pembahasan Rancangan Undang-undang Tentang Mahkamah Agung. Bahasan utamanya adalah bagaimana upaya memperpanjang usia pensiun ini menjadi syah/legal.Karena masa pensiun adalah masa yang masih menjadi sesuatu yang menggelisahkan para penghuni ( para hakim ) rumah yang disebutnya Mahkamah Agung. Contoh lain sebetulnya ada namun tidak kontras tidak melibatkan kelompok orang banyak ( legislator/ DPR ) yaitu yang dilakukan kelompok keluarga mantan pejabat tinggi LPND mereka suami istri melakukan hal yang sama dengan saudaranya yang ada di Mahkamah Agung, tapi suami istri tersebut menempuh hal yang tidak terjamah perhatian khalayak ramai sehingga damai-damai saja.

Itulah gambaran manusia yang sedang dirundung lupa. Lupa menanyakan asal-usulnya,lupa kapasitas yang dimiliki, lupa integritas yang dibangunnya, dan lupa bahwa ada suatu massa ketika lidah tak bisa berdusta. Semaju-majunya zaman,selera orang terhadap uang tak pernah berubah. Mereka yang hidup dalam pemberhalaan komoditas bahkan tambah parah. Makin kreatif cara mendapatkannya, tapi makin minus keberdabannya ( contoh kedua peristiwa tersebut karena keduanya menggambarkan orang-orang perkasa yang sedang berjuang demi kepentingan diri dan keluarganya dengan memberdayakan legislator agar tindakannya dianggap legal, sehingga tak ada kesan korupsi/merugikan negara).

Dalam dunia politik,menaklukan suara rakyat yang disebut suara Tuhan menjadi sedemikian mahalnya. Kapasitas,integritas dan keseriusan bekerja untuk rakyat belum cukup. Perlu membangun citra dan sebagainya yang semuanya perlu dana. Hal itulah banyak orang terpaksa memperosokan diri demi pemenuhan hasratnya. Dari fenomena-fenomena tersebut mengundang pemerintah geram yang ditandainya dalam pidato Presiden Susilo Bambang Yudoyono mengatakan tidak ada toleransi bagi kejahatan korupsi baik di pusat maupun didaerah. ( sambutan Presiden RI pada sidang paripurna DPR 22/8 2008 )

Pernyataan tersebut bukan retorika belaka. Tapi sudah menjadi kebulatan tekad dan sudah menjadi ikon yang sengaja ditonjolkan pemerintah. Wacana kontemporer yang telah dikembangkan lebih dari sekedar pengucapan tekad dan himbauan moral yang diulang-ulang lewat pidato-pidato resmi. Namun pembicaraan telah bergulir jauh lebih progresif yaitu bagaimana memberikan hukuman maksimal pada koruptor sehingga mereka tidak lagi berani mengulangi lagi perbuatannya dan pihak-pihak yang akan berbuat dilingkupi perasaan jera untuk melakukannya. Semua dilakukan karena korupsi dianggapnya berbahaya bagi kemaslahatan bersama. Setidaknya ada enam metode yang hangat didiskusikan guna menindak para koruptor.

Pertama tersangka,terdakwa dan terpidana kasus korupsi menggunakan pakaian khusus, kedua terpidana kasus korupsi dipenjarakan di Nusakambangan,ketiga terpidana korupsi dikenai hukuman tambahan berupa kerja social, keempat identitas lengkap dan jenis kejahatan yang dijalankan terpidana korupsi dibeberkan melalui publikasi yang massif sehingga masyarakat mampu mengakses, kelima terpidana kasus korupsi dijerat hukuman mati dan keenam dihimbau pada kepada semua pihak yang mengetahui ada tindak pidana korupsi supaya melapor pada pejabat yang berwajib ( Polisi, KPK ) dan pelapor dilindungi oleh Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi/Pelapor.

Semua jenis hukuman bertujuan agar menumbuhkan perasaan jera pada para pelaku ataupun calon pelaku. Sasaran utama yang dituju adalah bukan sekedar mempermalukan, tetapi sengaja dihinakan dan ingin menunjukan tubuh para koruptor telah tidak berguna dan dirasakan amat menjijikan dalam kehidupan social.Tuhan telah menggambarkan dalam firmanya yang berbunyi asfala safilin( artinya sesuatu yang sangat rendah ).

Model penghukuman demikian telah dilaksanakan pada tahun 1926 pada kajian Filosof Michel Foucau dalam karyanya yang berjudul “ Disciplin and Punish ( 1977)( Triyono Lukmantoro ). Foucault mengkaji bagaimana kekuasaan mengerahkan teknik-teknik tertentu untuk menghujamkan hukuman bagi pihak-pihak yang dianggap melanggar hokum. Tubuh para terhukum disiksa karena dinilai telah melabrak ketentuan hokum sang raja. Aspek hukuman yang bersifat spektakulair sengaja dipertontonkan.Dimaksudkan agar orang lain mengalami ketakutan.Di Indonesia hukuman mati telah diakomodir dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000 namun belum memberikan efek jera karena ditandai dengan tertangkapnya anggota KPPU dan belum memberi kesan hakim untuk menghukum para koruptor dengan hukuman yang berat yaitu ditandai dengan penjatuhan hukuman pada Bupati Pelalawan dengan hukuman ringan pada telah banyak merugikan Negara lebih dari satu trillyun melebihi yang dilakukan oleh jaksa Urip Trigunawan.

Lemahnya konsistenti Penanggulangan Korupsi

Dalam praktek sering disimpulkan bahwa Negara sulit menghukum pejabat, tetapi sangat mudah menghukum rakyat. Padahal yang dikorupsi adalah uang rakyat. Tidak ada efek jera bagi pejabat yang melihat uang Negara sebagai obyek untuk dijarah. Hukum didesain lebih untuk rakyat daripada untuk penguasa.Hukum ditujukan pada kasus pelanggaran warga dan tidak disiapkan untuk menghadapi kejahatan terstruktur yang melibatkan pejabat. Kalau uraian tersebut diatas direnungkan memang ada benarnya . Kejadian-kejadian yang sedang hangat dibicarakan dan dicontohkan diatas adalah kejadian yang menggambarkan orang-orang perkasa ( pimpinan/mantan )sedang mendemontrasikan keperkasaanya tanpa melihat keperkasaanya itu melanggar etika. Karena para orang perkasa itu secara tidak disadari sedang memperlihatkan bahwa sesungguhnya sedang memeperlihatkan pada rakyat atau mantan anak buahnya bahwa dirinya tidak tahu apa yang disebut dengan pengertian Kesadaran hukum

Bahwa yang disebut kesadaran hukum adalahsuatu kondisi mental seseorang subyek tatkala harus menghadapi suatu imperatif normative untuk menentukan pilihan perilakunya,yang lengkapnya berdimensi dua. Dimensi pertama adalah dimensi kognitifnya,yaitu pengetahuannya tentang hokum yang mengatur perilaku tertentu yang tengah ia lakukan ( conth; entah melarang,entah memerintahkan)Dimensi kedua adalah dimensi afektif, adalah keinsyafannya bahwa hokum yang diketahuinya itu memang sebenar-benarnya harus diturut.( Prof Soetandyo W ,2002;374 ).Kemudian diterapkan dalam kasus missal tentang MA, bukankah MA telah tahu peraturan perundang-undangan yang mengatur batas usia pensiun bagi pejabat pemerintah yaitu pada Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian PNS usia PNS adalah 56 tahun dan dapat diperpanjang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk Hakim Agung adalah 65 tahun ( UU MA ).

Dengan demikian tinggal kesediaan hatinya untuk mematuhi hokum yang sebenar-benarnya kemudian dilengkapi dimensi kognitifnya, maka tentunya harus dapat menentukan pilihan untuk mematuhi aturan yang masih berlaku itu tidak perlu memaksa pihak lain ( pejabat yang berwenang ) dengan segala cara ditempuh. Demikian juga bagi mantan pejabat LPND yang juga gusar menghadapi pensiun dengan memaksakan pejabat institusi lain untuk member i peluang untuk melakukan proses mutasi kejabatan lain yang usia pensiunnya lebih tua dengan merusak/melanggar konvensi yang telah berlaku yaitu persyaratan jabatan tersebut harus S2 yang linier dengan S1 ( S1 teknik S2 teknik ). Dan proses yang sangat cepat padahal aturan yang berlaku untuk proses mutasi paling tidak satu tahun sebelum jatuh tempo pension ( PPno. 9 Th 2002 )dan usia 50 tahun bukannya kurang dua bulan sebelum usia pension( 60 th ).Yang lebih berat lagi dilakukan suami isteri tak tahu bagaimana caranya yang jelas semua tidak ethict. Itu berarti kedua pejabat atau orang perkasa tersebut bahwa sikapnya batinnya untuk mematuhi hukumnya hanya sebatas kognitif saja, maka konsekwensinya ketaatan yang dibangkitkan dari kesadaran semacam itu akan tidak lebih daripada kesediaan subyek untuk to compy atau to conform saja. Maksudnya kesadaran dan ketaatan seperti itu hanya sekedar untuk menyesuaikan perilakunya secara formal, atau dalam wujudnya yang lahiriah saja, kepada apa yang telah dikaidahkan, lain halnya apabila kesadaran ini dituntaskan sampai meliputi aspek yang afektif. Ketaatan yang timbul secara asosiatif dengan kesadaran yang berpangkal dari afeksi sang subyek seperti itu akan melahirkan kesediaan untuk taat yang lebih lanjut daripada sekedar to comply atau to conform tersebut. Kesadaran itulah yang melahirkan suatu kesediaan untuk taat atas dasar adanya kemantapan hati untuk mematuhi apa yang diperintahkan oleh hokum ( to obey ). Sekedar menghubungkan dengan pengertian corrupt artinya jahat, busuk, makanya dirasa pantaslah. Karena kalau melihat efek dari perbuatan sang pemimpin/mantan pemimpin akan mengakibatkan system dan kredibilitas institusi / kepercayaan institusi ( MA/ LPND ) jelas akan menurun.Namun sangat disayangkan pengertian korupsi yang dikembangkan KPK baru sekedar korupsi yang tertangkap tangan seperti penyuapan, gratifikasi, illegal loging. Sedang korupsi dalam arti yang luas yaitu perbuatan yang mengakibatkan kerugian secara tidak langsung tidak sampai. Karena kedua perbuatan orang perkasa tersebut akan mengakibatkan kerugian karena Negara terpaksa harus menanggung beban gaji yang harus dibayar bisa selama 5 tahun atau 10 tahun dengan daya kerja seorang papa ( opa ) yang rendah/ tidak sama sekali, sehingga mengakibatkan pemborosan.Dan kepercayaan yang merosot terhadap institusi tidak dapat diperhitungkan.

Hukum merupakan lembaga social yang diciptakan baik untuk mencapai tujuan-tujuan social atau untuk memenuhi kebutuhan kepentingan masyarakat maupun untuk melindungi kepentingan-kepentingan individu dalam kehidupan bermasyarakat. Perbuatan korupsi merupakan suatu perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai yang ada dalam kehidupan social. Karena korupsi menciptakan kondisi diskriminatif dan mengganggu rasa keadilan masyarakat. Sehingga untuk menanggulanginya diperlukan aturan hukum dan penegakkannya, yang memberikan kepastian hokum kepastian hokum kepada setiap orang, agar keadilan dan kesejahteraan masyarakat dapat tercapai. Penegakkan hokum dalam praktek dikenal ada beberapa istilah penerapan hokum” dan “ pelaksanaan hukum “ ( rechstoepassing, law enforcement, application )( Rahardjo 2000;181 )

Prof Soedikno Mertokusumo ( 1996; 36 ) memberikan batasan tentang penegakkan hokum; bahwa pelaksanaan hokum dapat berarti menjalankan hokum tanpa ada sengketa atau pelanggaran. Lebih lanjut beliau menyatakan bahwa dalam menegakkan hokum ada tiga unsur yang harus diperhatikan yaitu ; kepastian hukum ( rechtsicherheit ),kemanfaatan ( zweckmassigkeit), keadilan ( gerechtigheid ).

Kepastian hokum merupakan perlindungan yustiabel terhadap tindakan sewenang-wenang, yang berarti bahwa seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu. Fiat justitia et pereat mundus (meskipun dunia ini runtuh hokum harus tetap ditegakkan).Sebaliknya masyarakat mengharapkan manfaat dalam pelaksanaan atau penegakkan hukum. Keadilan bagi masyarakat adalah hal utama yang harus diperhatikan dalam penegakkan hukum.( Mertokusumo; 1999;145 ) Penegakkan hukum berdasarkan pada Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK )diatur kewenangan KPK antaralain dapat melakukan penyadapan, dapat memerintahkan pada instansi terkait untuk mencekal dan lain sebagainya. Hal ini dirasakan adanya bukti yaitu banyak pejabat public yang telah tertangkap tangan berkat dari hasil penyadapan, pejabat public dari bermacam-macam institusi yaitu antara lain; Kejaksaan Agung, Komisi Yudisial, BPK, anggota DPR, KPU,KPPU, anggota KPK yang nakal.Tapi bukti-bukti tersebut tetap tidak membuat jera, bahkan tindak pidana korupsi makin canggih missal, yang masih dalam penyelidikan yaitu tersebarnya 400 lembar travel chek ke anggota DPR, pembahasan UU tentang Mahkamah Agung yang disinyalir bertebaran uang perjalanan karena pembahasannya dilakukan di Cipanas. Timbul pertanyaan apakah dibenarkan pembahasan UU dilakukan diluar gedung terhormat DPR ?, pejabat melindungi praktek mutasi yang berlatar belakang memperpanjang usia pension yang dilakukan oleh mantan pimpinan LPND suami istri dan beberapa kawan pada instansi terakhir yang disebut masuk kategori kolusi karena ada unsur memaksakan aturan yang seharusnya bertentangan dengan konvensi yang telah berlaku pada instansi tersebut. Konvensi tersebut mengatur tentang syarat pengangkatan suatu jabatan fungsional tertentu antara lain disebutkan harus lulus S2 ( Pasca sarjana ) yang linier dengan S1 ( contoh: S1 Teknik maka S2 juga harus Teknik, tetapi memaksakan diri yang S1 Teknik dan S2 MM untuk disetujui ). Dengan demikian terpaksa institusi tersebut mengorbankan para calon jabatan fungsional yang pontesial muda usianya, terpaksa harus gugur dan memaksakan diri menerima mantan pimpinan LPND tersebut atas nama kehormatan, sehingga mengakibatkan pemanfaatan anggaran ( APBN ) menjadi tidak efektif dan efisien. Karena untuk membiayai gaji sang papa ( yang sudah jompo ) dan saya yakin tidak mungkin efektif karena beliau hanya berlatar belakang untuk memperpanjang usia pension tapi Negara yang harus membiayai gajinya selama 5-10 tahun. Berapa saja kerugian Negara akibat kelakuan suami istri mantan pimpinan LPND beserta kawan-kawan. KPK belum mampu menyidik kasus yang makin canggih tersebut walaupun informasi konon sudah disampaikan ke KPK. Informasi ini adalah merupakan cerminan masyarakat untuk merespon adanya tindakan KKN yang terjadi, hal ini harus diberi penghargaan dan pemerintah wajib melindungi karena dijamin oleh Undang-undang No. 13 Tahun2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Pelapor serta merupakan hasil tanggap positif dari pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Masyarakat dan Pemberian Penghargaan Dalam Mencegah Tindak Pidana Korupsi.Kasus tersebut diatas yang dilakukan suami istri adalah merupakan kenyataan dan fakta hukum dan sekaligus merupakan bukti pandangan para pejabat tinggi terhadap hukum hanya dari aspek politik yang memandang hukum sebagai secarik kertas yang hanya berisi anjuran saja.Sebagaimana pendapat Van Apeldoorn mengemukakan beberapa pengikut paham hukum adalah kekuasaan sebagai berikut; pertama,Kaum Shopis di Yunani berpendapat keadilan adalah apa yang berfaedah bagi orang yang lebih kuat;kedua,Lassalie mengatakan konstitusi suatu negara bukanlah Undang-undang Dasar yang tertulis yang hanya merupakan secarik kertas melainkan merupakan hubungan-hubungan kekuasaan yang nyata dalam negara.Hanya sebagai kekecualian dan dalam keadaan luarbiasa orang lemah merupakan bagian dari konstitusi;ketiga,Gumplowics mengatakan hukum merupakan cerminan penaklukan yang lemah oleh yang kuat, hukum adalah susunan definisi yang dibentuk oleh pihak yang kuat untuk mempertahankan kekuasaannya;keempat,pengikut aliran positivisme banyak berpendapat bahwa kepatuhan kepada hukum tidak lain dari tunduknya orang yang lebih lemah pada kehendak yang kuat, sehingga hukum merupakan hak orang yang terkuat.(Teori Hukum dan Konstitusi,Dr.H.Dahlan Thaib, SH-90 th 2001)

Pemberantasan Korupsi di Singapura

Singapura adalah Negara pulau yang terkecil di ASEAN yang paling kaya, makmur, aman dan tertib. Walaupun Singapura tergolong Negara makmur, tertib dan paling kecil korupsinya tetapi Singapura tetap mempunyai tekad membentuk Badan Anti Korupsi yang disebut CPIB ( Corrupt Practices Investigation Burrau ) Undang-undang anti Korupsi pun segera dibentuk sejak tahun 1960 yang kemudian beberapa kali di amandemen yaitu Tahun 1963, 1966, 1972, 1981, 1989 dan 1991. Konstitusi yang mengatur Korupsi sering dikenal dengan singkatan PCA ( Prevention of Coruruption Act ). PCA disusun dilator belakangi oleh kenyataan pada letak geografis dari posisi Singapura dalam kegiatam ekonomi di ASEAN yaitu sebagai pusat perniagaan antar Negara tetangga dengan Negara luar, maka PCA dibentuk untuk mencegah adanya tindakan korupsi ditubuh Kantor Bea dan Cukai. Berbeda dengan Hongkong membentuk Komisi Pemberantasan Korupsi karena dipicu dengan merajalelanya korupsi dikalangan Kepolisian.( Prof Andi Hamzah 2005;57 ) Pendirian CPIB didukung sepenuhnya oleh Sesepuh Singapura yaitu Lee Kuan Yew. Kewenangan penyidik CPIB diatur dalam CPC ( Criminal Prosedure Code ) pasal 122 bahwa penyidik dapat melakukan penyidikan tanpa dibekali Surat Perintah. Perlindungan saksi /pelapor dan informasi saksi tidak diwajibkan atau diizinkan untuk mengungkap nama dan alamat seorang pelapor atau memberikan sesuatu pernyataan yang dapat menjurus pada ditemukannya identitas pelapor. Yang perlu mendapat perhatian dari kasus tindakan korupsi meliputi hal-hal yang diatur dalam pasal 10, 11 PCA disamping meliputi penyuapan juga ada disebut korupsi tidak substantive yang meliputi antara lain; enggan memberi informasi, menghalangi jalannya peradilan korupsi.

Yang menggembirakan CPIB ( Komisi Anti Korupsi ) tidak terlalu pusing / sibuk karena masyarakat Singapura sudah tertib, kesadaran hokum pejabat dan rakyatnya sudah tinggi ( Kesadaran hokum yang memenuhi dimensi baik kognitifnya maupun afektifnya ) serta pemerintahnya sudah bersih ( clean government ).Tidak seperti di Indonesia pejabat tingginya yang seharusnya menjadi teladan yang baik tapi justru mempelopori tindak korupsi terlebih dahulu dan tidak mau diberi peringatan.

Daftar Pustaka

Drs IGM Nurjana SH MHum,Korupsi Dalam Praktek Bisnis PT Gramedia Pustaka 2005

Prof Dr Andi Hamzah, PerbandinganPemberantasan Korupsi ,Sinar Grafika Jakarta 2005

Mertokusumo, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar,Liberty Yogya 1999

Prof Rahardjo S, Masalah Penegakkan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologi,PT Sinar Baru Bandung 1990.