Sabtu, 09 Mei 2009

MUNGKINKAH BIDANG PENDIDIKAN DAPAT MENJADI SASARAN INVESTOR ASING DI INDONESIA


Abstraksi
Diawali dengan semangat meringankan beban APBN, maka pemerintah mengeluarkan kebijakan ekonomi dengan memupuk semangat kemandirian. Kebijakan kemandirian itu diawali dengan institusi pemerintah yang bersifat pelayanan publik dengan latar belakang agar dapat dilaksanakan lebih baik lagi, seperti Rumah Sakit-rumah sakit baik pusat maupun daerah ( propinsi maun kabupaten ).Setelah itu diperluas kebidang-bidang lain termasuk bidang pendidikan yang mengundang pro kontra, karena masalahnya kontradiktif dengan yang diatur konstitusi ( ground wet ) yaitu UUD Tahun 1945 yang mempunyai konsekwensi yuridis sesuai praduga penyusun akan timbul sikap penentangan terhadap pemerintah yang sementara waktu terbukti yaitu dengan bubarnya kekompakkan Perhimpunan Perguruan Tinggi Negeri dalam penerimaan mahasiswa baru yang efeknya menghalangi kemudahan masyarakat untuk mendaftarkan putra-putrinya ke perguruan tinggi negeri yang dikehendaki khususnya antarprovinsi.

A. PENDAHULUAN
Pembangunan ekonomi membutuhkan sumber daya alam yang banyak, tenaga terampil yang cukup, manajemen yang baik, stabilitas politik yang mantap dan lain-lain. Namun persoalan klasik terletak pada sumber modal untuk insvestasi, karena baik pemerintah maupun swasta membutuhkan untuk membiayai proyek-proyek pembangunan yang dilaksanakan mungkin dengan import tenaga ahli, ujud pinjaman lunak ( loun ), jasa, maupun barang dan peralatan.
Dalam mengupayakan sumber-sumber tersebut, pemerintah telah banyak menerbitkan kebijakan-kebijakan deregulasi ada yang mendapat tanggapan positif masyarakat umumnya dan dunia usaha pada khususnya. Problem deregulasi dalam implementasinya sering diartikan sebagai usaha pemerintah untuk mengurangi dan atau menghapus peran pemerintah mencampuri di bidang ekonomi. Dari berbagai diskusi dan seminar menanggapi rencana pembentukan badan hukum pendidikan masuk dalam kancah deregulasi bidang ekonomi mendapat tanggapan yang beragam.
Kemudahan yang diharapkan dalam pengaturan bidang ekonomi melalui tindakan-tindakan deregulasi, adalah membantu kelancaran usaha para pelaku ekonomi, yaitu BUMN, Perusahaan swasta atau para pengusaha perorangan. Dengan demikian, melalui pendekatan deregulasi diharapkan kegairahan dan kegiatan ekonomi dapat meningkat. Selain itu, keberhasilan tindakan-tindakan deregulasi tersebut, akan memungkinkan peningkatan prodiktivitas, dan penggalian sumber-sumber lapangan usaha baru, dan mengurangi pengeluaran APBN.
Berbagai kebijakan deregulasi yang telah dilakukan, hingga kini telah mencakup berbagai sektor, seperti; angkutan laut, perbankan, perdagangan, perindustrian, pertanian, dan akhir-akhir ini yang ditempuh bidang pelayanan kesehatan ( rumah sakit ), bidang pelaksana/penyelenggara pendidikan khususnya pendidikan tinggi ( Perguruan Tinggi Negeri ).
Kebijakan deregulasi dibidang pendidikan, ditandai dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2007, untuk memberikan kemudahan pada pihak para pelaku ekonomi baik berupa Perusahaan Negara, Swasta perseorangan ataupun asing yang akan menanamkan modalnya dibidang pendidikan. Sebagai tindak lanjut pemerintah telah merancang, sebuah institusi yang dapat mewadahi gagasan tersebut dengan membentuk Badan Hukum Pendidikan
Tujuan yang ingin dicapai melalui pembentukan ketentuan-ketentuan hukum dalam berbagai kebijakan, akan terwujudnya pola dan sikap tertentu dalam perekonomian. Oleh karena itu, kebijakan-kebijakan deregulasi mengandung makna sebagai kontribusi bidang hukum dalam mewujudkan system perekonomian pada masyarakat yang sedang dalam proses membangun ekonominya.
Selain itu, tindakan deregulasi juga dilaksanakan sebagai upaya untuk memenuhi tuntutan yang timbul sebagai akibat dari semakin meningkatnya arus informasi dalam era globalisasi yang kini tengah berlangsung. Diharapkan dalam perekonomian Indonesia akan terbentuk suatu pola yang saling mempengaruhi, antara kegiatan ekonomi yang besifat nasional dengan yang bersifat internasional, yang melibatkan hukum dengan kaidah-kaidah tertentu, yang secara doktriner belum tentu harus tunduk pada ketentuan hukum nasional semata, atau hanya tunduk pada hukum internasional atau hukum asing.
Dalam hubungan dengan bidang hukum menurut pendapat Prof Sunaryati Hartono, bahwa hukum mempunyai empat fungsi, yaitu ;
- hukum sebagai pemelihara ketertiban;
- hukum sebagai sarana pembangunan;
- hukum sebagai sarana penegak keadilan;
- hukum sebagai sarana pendidikan masyarakat;
Dapat dikemukakan bahwa salah satu fungsi hukum dalam perekonomian adalah sebagai sarana untuk melakukan pemerataan (mewujudkan cita-cita keadilan social), yaitu dengan memerinci secara hati-hati kebijakan-kebijakan yang diperlukan untuk memanfaatkan segala sumber yang ada dengan sebaik-baiknya, sehingga hasil positif yang dicapai melalui peran pemerintah dalam perekonomian tidak diragukan. Misal melalui pengaturan sumber daya, kesempatan berusaha, perlindungan warga golongan rendah untuk mendapatkan pendidikan dapat terealisir.

B. SEJARAH KERANGKA DASAR HUKUM EKONOMI
Perhatian terhadap hubungan hukum dan ekonomi baru dimulai sekitar tahun 1930-an, yang mencakup peraturan-peraturan administrasi negara yang membatasi ; kaidah-kaidah hukum perdata dan atau kaidah-kaidah hukum dagang. Pembatasan tersebut, berdasar pada konsepsi Negara kesejahteraan ( welfare state ), yang mewajibkan Negara secara aktif menyelenggarakan kepentingan umum. Bukan suatu hal yang aneh bagi seorang anggota masyarakat untuk menghayati bahwa usaha-usahanya dalam mencapai kehidupan yang lebih baik adalah juga tergantung pada usaha-usaha pemerintah dalam meningkatkan perekonomian Negara. Semakin berhasil Pemerintah meningkatkan perekonomiannya maka semakin dapat diharapkan bahwa anggota masyarakat semakin terbuka kemungkinan baginya meningkat taraf hidupnya. Banyak usaha-usaha pemerintah yang dilakukan untuk mendapatkan pendapatan/ penerimaan, salah satu diantaranya adalah mendirikan badan-badan usaha yang berusaha dalam bidang-bidang tertentu. Usaha Pemerintah yang dilaksanakan oleh badan usaha pada umumnya berbentuk sebuah perusahaan yang berbadan hukum disebut PN.
Sebelum Indonesia merdeka, pemerintah Hindia Belanda telah melakukan usaha-usaha yang bertujuan mendapatkan penghasilan. Usaha tersebut dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang diatur dua peraturan-perundangan dijamannya yaitu ;
- Perusahaan-perusahaan yang diatur dengan Indonesische Bedrijvenwet Staatblad 1927 no. 419 yo staatsblad 1936 no. 445 disebut IBW
- Perusahaan-perusahaan yang diatur Indonesische Comptabiliteits wet Staatsblad 1925 no. 448 disebut ICW.
Kedua perusahaan Negara tersebut mempunyai ciri sendiri yang berbeda satu sama lain, dapat disebut contoh badan usahanya, antara lain ;
- Perusahaan Negara yang diatur dalam Indonesische Bedrijvenwet ( IBW ) mempunyai ciri yaitu pada tiap-tiap tahun memperoleh pinjaman dari Negara untuk pinjaman mana tiap-tiap tahun harus dibayar bunga. Jumlah pinjaman ini selalu diperhitungkan didalam Anggaran Belanja Negara. Perusahaan-perusahaan Negara IBW ini adalah perusahaan yang diusahakan jawatan-jawatan pemerintah. Semua hasil dan beban perusahaan didalam suatu tahun anggaran harus juga diperhitungkan dengan cermat sehingga beban dan hasil perusahaan dapat mempengaruhi Anggaran Belanja Negara Contoh :
- Jawatan Kereta Api
- Jawatan Pos, Telegrap dan Telepon
- Pelabuhan-pelabuhan seperti Tanjung Priok, Belawan,Semarang dan Surabaya.
Perusahaan Negara yang diatur dalam Indonesische Comptabiliteits Wet mempunyai ciri adalah perusahaan tersebut memperoleh modal dari Anggaran Belanja Negara tetapi tidak diharuskan mengadakan perhitungan yang cermat mengenai beban-beban dan hasil yang diperoleh oleh perusahaan Negara, melainkan disini terjadi suatu pelaksanaan administrasi mengenai jumlah uang yang diperoleh dari Kas Negara dan hasil-hasil yang diterima yang harus juga disetorkan ke Kas Negara, contoh Perusahaan Air Minum Negara.
Usaha-usaha pemerintah Hindia Belanda melalui Perusahaan-perusahaan IBW
dan ICW pada jaman Republik Indonesia masih dilanjutkan sampai saat-saat tertentu dimana perusahaan tersebut dialihkan menjadi suatu bentuk usaha menurut peraturan-perundangan yang dibuat oleh Pemerintah Republik Indonesia. Selain perusahaan-perusahaan tersebut, ada perusahaan yang dikenal pada tahun lima puluhan masih mengenal perusahaan-perusahaan swasta Belanda yang diatur pada Undang-undang Nasionalisasi tahun 1958 no.86 dikuasai oleh Pemerintah Indonesia.
Dari uraian cerita diatas, bisa ditarik sebuah gambaran bahwa usaha-usaha untuk mendapatkan penghasilan oleh Pemerintah ditempuh dengan berbagai cara. Kebijakan tersebut terus dievaluasi, bila pemerintah memandang kurang effisien dirubah kembali aturannya dilain waktu. Pokoknya pemerintah senantiasa memikirkan Bagaimana seharusnya perusahaan Negara tersebut mendatangkan keuntungan demi tercapainya sasaran yaitu terwujudnya kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.
Tidak hanya yang dipikirkan bagaimana bisa mendatangkan untung yang sebesar-besarnya, tapi bagaimana supaya melalui perusahaan tertentu rakyat Indonesia dapat memperoleh pelayanan atau jasa dari pemerintah yang sebaik baiknya. Oleh karena itu kita dapat mengerti, setelah merdeka kalau kita mengikuti perubahan kebijakan dibidang ekonomi khususnya tentang perusahaan Negara. Mulai dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang no. 19 tahun 1960, Undang-undang no. 9 tahun 1969 dan Undang-undang no. 19 tahun 2003.
Untuk menambah wawasan kita semua, baiklah penulis akan mengulas secara singkat bentuk-bentuk badan hukum atau badan usaha Negara beserta ciri-cirinya. Bentuk-bentuk badan usaha yang diatur Undang-undang no 9 tahun 1969 dapat disebutkan ada tiga bentuk badan usaha Negara antara lain ;
- usaha negara Perjan ( Perusahaan Jawatan/ Department Agency )
- usaha negara Perum ( Perusahaan Umum/ Public Corporation )
- usaha negara Perseroan ( Public/ State Company )
Adapun ciri-ciri dari masing-masing usaha Negara tersebut antara lain, yaitu; Ciri-ciri Perjan
- makna usaha adalah “public services”, artinya pengabdian serta pelayanan kepada masyarakat. Namun pemerintah tidak menghendaki bahwa semua usaha yang sifatnya pengabdian pada pemerintah, meninggalkan cara-cara pengurusan yang sifatnya efektif dan ekonomis.
- Perjan disusun sebagai bagian dari Departemen/Direktorat Jenderal/Direktorat/ Pemerintah Daerah. Dengan demikian pembiayaan dari permodalannya termasuk dalam bagian dari Anggaran Belanja yang menjadi hak dari Departemen dan diperhitungkan pada pembicaraan anggaran belanja dari tahun yang bersangkutan.
- sebagai konsekwensi hukum perjan sebagai bagian dari departemen, hubungan hukumnya bersifat hukum publik.
- hubungan usaha antara Pemerintah yang melayani dan masyarakat yang dilayani sekalipun ada unsur subsidi, tetap harus mengikuti prinsip-prinsip business zakelijkhed.
- perjan tidak dipimpin oleh Direksi tapi oleh seorang kepala. Menurut Prof Emmy Pangaribuan SH ciri dari sebuah usaha yang berbentuk Badan Hukum bila dipimpin oleh Direksi, namun karena perjan merupakan bagian departemen dipimpin oleh Kepala.
- perjan selalu mendapat hak untuk memperoleh fasilitas dari Negara.
- pegawai perjan adalah pegawai negeri, pegawai tersebut berasal dari pegawai pada departemen dimana perjan tersebut merupakan bagian.
Ciri-ciri Perum
- Makna usahanya adalah melayani kepentingan umum dan juga mencari keuntungan. Artinya usahanya mengutamakan kepentingan public, namun tetap tidak boleh meninggalkan prisip cost accounting principles and management effectiveness.
- Berstatus Badan Hukum. Prof Emmy Pangaribuan, SH berpendapat salah satu syarat yaitu mempunyai “nama dan kekayaan” sendiri dan sifat yang melekat pada Badan Hukum adalah “subyek hak” ( privaat rechtelijk ).
- Dapat dituntut dan dapat menuntut dan hubungan hukumnya diatur secara hubungan hokum perdata.
- Modal seluruhnya dimiliki oleh negara dari kekayaan negara yang dipisahkan, serta dapat mempunyai dan memperoleh dana dari pinjaman-pinjaman baik dalam negeri dan luar negeri atau dari obligasi.
- Dipimpim oleh suatu Direksi. Prof Emmy Pangaribuan, SH berpendapat bahwa perusahaan yang diberi status Badan Hukum dipimpin oleh suatu Direksi adalah sudah seharusnya oleh karena Badan Hukum itu sebagai suatu kesatuan harta kekayaan harus dapat bertindak untuk melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai subyek hak.
- Pegawai perum adalah pegawai perusahaan negara yang diatur tersendiri diluar ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi Pegawai Negeri.
- Organisasi, tugas, wewenang, tanggung jawab, diatur secara khusus dalam undang-undang yang mengatur pembentukan perusahaan negara tersebut.


Ciri-ciri Persero
- makna usaha adalah memupuk keuntungan ( keuntungan dalam arti, karena baiknya pelayanan dan pembinaan organisasi yang baik, efektif, efisien dan ekonomis secara business zakelijkheid, cost-accounting principles, management effectivness.
- status hukum adalah sebagai Badan Hukum perdata, yang berbentuk perseroan terbatas.
- hubungan-hubungan usahanya diatur menurut Hukum Perdata.
- modal untuk seluruhnya atau sebagian merupakan milik Negara dari kekayaan negara yang dipisahkan, dengan demikian dimungkinkan adanya join atau miseedenterprise dengan swasta ( nasional dan/atau asing ) dan adanya penjualan saham-saham perusahaan milik Negara.
- tidak mempunyai hak untuk mendapatkan hak atas fasilitas-fasilitas Negara. Dengan demikian sejak pembentukannya, dimaksudkan oleh Pemerintah sebagai suatu usaha yang berdiri sendiri untuk mencari keuntungan tanpa memperoleh fasilitas negara.
- Dipimpin oleh suatu Direksi.
- pegawai persero adalah pegawai perusahaan swasta. Menurut Prof Emmy Pangaribuan, sebaiknya tidak memakai istilah pegawai melainkan istilah “buruh”. Peran pemerintah adalah sebagai pemegang saham dalam perusahaan. Intensitas medezeggenschap terhadap perusahaan tergantung dari besarnya jumlah saham (modal ) yang dimiliki, atau berdasar perjanjian khusus antara pemerintah dengan pihak pemilik atau pendiri lainnya. ( diatur dalam KUHD ps. 54 yo UU No. 4 tahun 1971 ).

C. PEMBAHASAN
Penulis memakai istilah deregulasi untuk menjelaskan kebijakan baru dibidang pendidikan yang mengejutkan. Maka lebih baik kita mencari pengertian tentang “deregulasi”. Dari sudut ekonomi, istilah deregulasi mempunyai arti suatu perubahan dari suatu keadaan dengan peraturan-peraturan tertentu yang menghambat kegiatan ekonomi menuju situasi tanpa regulasi atau berkurangnya regulasi. Jadi deregulasi ekonomi dianggap sebagai upaya pemerintah untuk sama sekali melepaskan campur tangannya dibidang ekonomi (pendapat M. Hadi Soesastro). Dr Syahrir mengatakan istilah dengan deregulasi sering disamakan artinya “privatisasi” atau “liberalisasi”. Dan privatisasi diartikan juga, sebagai upaya pemerintah untuk mengurangi perannya, atau meningkatkan peranan swasta dalam lalu lintas ekonomi, atau pelepasan hak atas pemilikan aktiva dan kekayaan ekonomi pemerintah. Pengertian deregulasi dari sudut etimologi, istilah deregulasi terbentuk dari dua kata, yaitu awalan de yang artinya; lepas, mempengaruhi, atau mengenai dan regulation artinya; tindakan pengaturan berupa ketentuan atau tata tertib, yang dimaksudkan untuk mengelola atau merupakan suatu cara untuk menjalankan roda pemerintahan. Dengan demikian deregulasi adalah suatu ketentuan atau tata tertib, yang mempunyai kekuatan hukum, yang dikeluarkan oleh lembaga pemerintah sesuai dengan wewenang tertentu yang dimilikinya berdasarkan konstitusi. Jadi pengertian deregulasi sekurang-kurangnya mencakup dua aspek;
Pertama, aspek debirokratisasi artinya sebagai upaya penyederhanaan prosedur dan perizinan, sehingga memberi kemudahan bagi dunia usaha yang melakukan investasi untuk memutar roda kegiatan ekonomi nasional.
Kedua, mencakup berbagai pertimbangan kedalam, antara lain menyangkut penyederhanaan dan pengurangan jenis perizinan, menyingkat waktu proses persetujuan perizinan, dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
Dari uraian diatas, penulis lebih cenderung untuk memaknai deregulasi sebagai proses mengurangi peran pemerintah dalam mengatur segi kehidupan warga. Dan bila kita renungi dari segi politis, telah terjadi perubahan prinsip pelaksanaan pemerintahan. Perubahan dari sistem negara kesejahteraan (welfare state) ke sistem yang disebut good governance (sitem kepemerintahan yang baik). Yang memiliki cirri antara lain pemerintah mengurangi perannya untuk mencampuri urusan kehidupan warga. Pemerintah hanya berperan sebagai fasilitator saja, dengan mengembangkan/ meningkatkan peran sektor swasta. Disamping semakin beratnya beban pemerintah, yang harus ditanggung APBN.
Ada beberapa sebab yang menjadi alasan mengapa deregulasi dilakukan, yaitu; Pertama, alasan pragmatis. Kesulitan anggaran negara yang ditandai dengan defisit anggaran yang semakin membesar, menuntut adanya pengurangan kegiatan negara dan meningkatkan efiensi serta produktivitas. Peningkatan tersebut ditujukan untuk semua BUMN dan BUMD, sehingga diharapkan dapat menyumbang peningkatan produktivitas ekonomi nasional. Dengan demikian dapat mendorong peran sektor negara kearah yang lebih berdaya guna.
Kedua, alasan ideologis. Berpihak pada konsep pengurangan peranan sektor negara yang berlebihan dalam kehidupan bermasyarakat. Pengaruh sektor negara yang berlebihan dalam kehidupan bermasyarakat, mencerminkan etatisme yang mengurangi kebebasan pribadi dan demokrasi.
Ketiga, alasan yang bersifat populis.Tujuannya adalah agar masyarakat lebih banyak memiliki kebebasan untuk mengurus diri sendiri, dan mengidentifikasi urusannya, serta memenuhi sendiri kebutuhannya.
Kalau melihat alasan dasar diatas, kita mungkin bisa memaklumi. Namun yang menjadi pertanyaan adalah mengapa dalam Undang-undang Dasar 1945 masih mengungkapkan adanya peran negara yang besar khususnya bidang pendidikan? Sebagaimana disebutkan dalam pasal 31 ayat 4 UUD 1945 (amandemen) berbunyi ; “Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari APBN dan APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional”.
Pembentukan Badan Hukum Pendidikan
Dengan niatan pemerintah membentuk Badan Hukum yang diberi wewenang menyelenggarakan pendidikan, ini merupakan ujud perambahan kebijakan deregulasi/investasi yang seharusnya mungkin merupakan sesuatu hal yang tabu.Hal ini terungkap dalam seminar yang dibawakan oleh Prof Didik Rakhbini tentang Hukum Investasi disebutkan bidang Pendidikan merupakan sesuatu hal yang seharusnya tertutup untuk dimasuki Investor Asing ( Seminar di Universitas Pancasila tg 25 Oktober 2008 ). Kebijakan ini melahirkan opini masyarakat yang bersifat pro dan kontra. Pendapat pihak yang kontra memberi contoh salah satu kampus yang telah melaksanakan otonomi sebagai percontohan pelaksanaan BHMN biaya pendidikannya menjadi semakin tidak terjangkau oleh golongan menengah kebawah.
Gelar pro kontra pernah ditayangkan melalui media elektronik ( TV swasta ), dengan menghadirkan nara sumber beken yaitu salah satu rektor PTN dan mantan rektor PTN Jakarta. Sang Rektor tidak banyak bicara, karena dapat sanggahan dari peserta yang terdiri dari kelompok mahasiswa, orang tua siswa, masyarakat. Mantan rektorpun berada dalam kelompok kontra. Semua kelompok kontra hanya menyoroti, masalah akibatnya yaitu biaya pendidikan semakin tidak terjangkau, dan beralihnya kampus dari media pusat perjuangan pengabdian pada Ibu Pertiwi menjadi media perburuan harta, karena seiring dengan berubahnya menjadi Badan Hukum para dosen mulai pasang tarip. Demikian penulis dapat simpulkan dari acara debad pada acara “padamu negeri” pada TV swasta tersebut. Penulis ingin menyoroti dari sisi lain yang netral sifatnya.
Penulis ingin menyoroti, dari dua segi yaitu “segi hukum dan segi status kepegawaian dari pegawai tersebut”. Segi hukum sebagaimana telah penulis uraikan diatas, sekalipun secara jelas disebut badan hukum ini dibentuk merupakan bagian dari departemen. Namun dalam sejarahnya, pegawai tersebut harus beralih menjadi pegawai perusahaan, contoh Perusahaan jawatan sebagaimana diuraikan diatas. Contoh Badan-badan Hukum Negara yang masih berdiri kokoh katakan saja; BNI, BTN dan Bank Mandiri, status kepegawaian dan sistem penggajiannya diatur tersendiri. Dari segi hukum yang lain, garis komando yang telah dibangun antara Depdiknas/Mendiknas dengan PTN dengan telah dibentuknya Badan Hukum garis pembinaannya menjadi beralih ke Kementrian BUMN. Bukankah dengan ditetapkan status Badan Hukum konsekwensi hukumnya menjadi berstatus sebagai subyek hak ( pasal 40 ayat 2 dan 45 KUHD ).
Dengan telah diundangkan Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2007 merupakan isarat pemerintah pada para pengelola PTN untuk senantiasa mengedepankan kemandirian. Untuk menunjang program kemandirian kampus, pemerintah memberikan beberapa kemudahan pada para pihak pelaku ekonomi yang berminat menanamkan modalnya dibidang pendidikan. Penulis sering mengamati kebijakan pemerintah, khususnya kebijakan deregulasi dibidang pendidikan dulu pernah tidak lama setelah terjadi krismon kalau tidak salah telah dikeluarkan Peraturan Pemerintah No 60 dan 61 tahun 1999 dikenal dengan BHMN (Badan Hukum Milik Negara). Namun kebijakan tersebut tidak jalan.
Penulis dalam dialog dengan Prof Didik Rakhbini dalam Seminar tentang Investasi ternyata Bidang Pendidikan termasuk dalam lingkup Investasi yang tertutup karena menyangkut masalah tata nilai bangsa, sehingga bila investor asing dapat bebas menanamkan investasinya dibidang pendidikan maka dapat memberi dampak yang negative pada tata nilai yang ada pada bangsa Indonesia.( Seminar di Universitas Pancasila 25 okt 2008 ).
Penulis menyoroti kebijakan tersebut, masih belum terang karena hanya menyebut Badan Hukum. Kenapa tidak memakai bahasa terang, yaitu misalnya berupa Yayasan ( seperti riwayat TV RI dulu ), Perum ( seperti Bulog dulu ). Semua itu telah mengisi sejarah panjang pemerintah kebijakan ekonomi Indonesia. Karena akhirnya berubah kembali, TVRI telah berubah menjadi Lembaga Penyiaran Publik. Akankah Kampus kita, akan menjalani sejarah yang sama. Bukankah kita semua tergolong bangsa yang memiliki peradaban yang tinggi, sangat menghargai kata-kata bijak “Pengalaman adalah guru yang terbaik” (the experient of the best teacher). Dari hal tersebut, penulis menyarankan kebijakan tersebut lebih baik direnungkan terlebih dahulu.

BADAN LAYANAN UMUM SALAH SATU SOLUSI
Kalau kita mau mengkaji sistem pemerintahan setelah reformasi telah terjadi perubahan yang sangat prinsip. Seperti penulis kemukakan diatas, yaitu dari welfare state yang memiliki sifat pemerintahan yang sangat mencampuri urusan-urusan warga. Berubah menjadi apa yang disebut good governance yaitu suatu system pemerintah yang memiliki sifat, memberikan seluas-luasnya pada swasta atau perseorangan untuk mengembangkan diri dalam memenuhi kebutuhannya. Sehingga dari pada itu pemerintah membutuhkan pemimpin untuk memimpin pemerintah yang memiliki sifat kewirausahaan ( inter prenuare ship ). Sudah banyak contoh di pulau jawa yang sering dibuat contoh oleh bapak Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara yaitu Kabupaten Sragen. Sifat kemandirian itulah yang diharapkan, dan rupanya pemerintah mempunyai keinginan yang kuat, untuk ditularkan ke lembaga-lembaga pemerintah yang lain seperti Lembaga Akademik. Untuk mewujudkan gagasan tersebut pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum. Latar belakang pembentukan lembaga tersebut, diuraikan secara jelas dalam pasal 1 PP no. 23 tahun 2005 , yaitu; bahwa Badan Layanan Umum selanjutnya disebut BLU, adalah instansi dilingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk membrikan pelayanan kepeda masyarakat berupa penyediaan barang dan / atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Dengan mengetrapkan pola Pengelolaan Keuangan, yang selanjutnya disebut PPK BLU adalah pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Dari hal diatas, pemerintah secara jelas mengisaratkan adanya solusi lain yang tentunya lebih baik dibandingkan dengan membentuk Badan Hukum,sebagaimana penulis uraikan diatas. Solusi ini dapat penulis tunjukan dalam Bab VIII tentang Ketentuan Umum pasal 38 ; Perguruan Tinggi berstatus Badan Hukum Milik Negara dengan kekayaan negara yang belum dipisahkan dapat menerapkan PPK- BLU setelah memenuhi persyaratan tertentu.
Dari kebijakan pemerintah tersebut, penulis dapat memerinci hal-hal yang baik/menguntungkan antara lain; garis komando yang sudah dibangun antara Depdiknas/Mendiknas melaui Keputusan Presiden tetap utuh. Status kepegawaian tetap diberlakukan Undang-Undang No. 43 Tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian, sebagaimana diberlakukan pada PNS lain yang bekerja baik dipusat maupun didaerah, artinya status kepegawaian dari pegawai BLU adalah PNS tidak berubah, gaji juga tetap. Status organisasinya adalah lembaga pemerintah berarti organisasi publik.Hanya pola pengelolaan keuangan yang bersifat mandiri, dengan demikian mempunyai otonomi untuk mencari keuntungan/kelebihan dan hak untuk mengelola dari kelebihan yang didapatkan. Namun yang sering terjadi salah paham adalah kemauan pemerintah sering terlalu cepat, ibarat anak yang baru bisa jalan supaya langsung bisa lari. Artinya pemerintah dengan telah memberi anggaran sebagai modal kerja, berikutnya pemerintah segera menghentikan dan tidak membuatkan anggaran lagi, karena dianggap telah dapat keuntungan. Keuntungan yang didapat BLU, karena BLU merupakan institusi pemerintah pemberlakuannya berbeda dengan bila berbentuk Badan Hukum karena badan hukum adalah berstatus sebagai subyek hak, dengan kewajiban-kewajiban sebagaimana yang diberlakukan pada orang sebagai subyek hukum. Demikian solusi terbaik, bila dibandingkan dengan berbentuk Badan Hukum. Hanya saja memerlukan pemimpin yang memiliki jiwa kemandirian, kewirausahaan, kejujuran, amanah. Selanjutnya penulis mengucapkan selamat bekerja.
D.Membangun Jabatan bidang Pendidikan yang Bergengsi
Dengan menggejalanya penyakit pada pejabat tinggi yang ketakutan untuk memasuki masa pension . Ada kecerendungan para mantan pejabat tinggi dengan sisa-sisa pengaruh/kekuasaannya, jabatan fungsional dosen banyak yang membidignya. Dengan adanya Jabatan dosen menjadi sasaran tembak para mantan pejabat tinggi yang sebagian besar telah usia udzur ( 60 tahun ), penulis takut jabatan dosen tidak menjadi bergengsi lagi cenderung lebih pantas disebutnya sebagai panti jompo. Seyogyanya Departemen Pendidikan Nasional mulai memikirkan untuk melakukan reformasi Peraturan/Kebijakan yang mempunyai maksud memagari gejala para mantan pejabat tinggi melakukan mutasi ke jabatan dosen.Prof Baharudin Lopa berpendapat ketidak berdayaan pemerintah untuk menindak para pelanggar bukan karena tidak ada peraturan perundang-undangan tapi karena tidak adanya integritas moral, mereka yang dapat melakukan perubahan adalah orang-orang yang memiliki integritas moral ( Prof Lopa dalam Buku Korupsi Di bidang Bisnis 2000; 47 )
Terlebih-lebih setelah Pemerintah berkomitmen untuk memperhatikan Pembangunan Dibidang Pendidikan dengan menaikan anggaran Pendidikan dalam APBN 20% sesuai dengan Pasal 31 UUD 1945( amandemen ). Efek dari menaikan anggaran Pendidikan tersebut akan merubah pula perhatian tingkat kesejahteraan pemangku jabatan fungsional dosen. Hal tersebut menjadi daya tarik mantan pejabat tinggi yang akan menumpangkan nasibnya untuk memperpanjang usia pension.
Departemen Pendidikan Nasional seharusnya sudah mulai memikirkan perubahan Peraturan yang mengatur mutasi dari jabatan structural ke jabatan fungsional seperti yang berlaku pada Guru yaitu yang diperkenankan mereka yang telah berusia maksimal 50 tahun. Demikian juga Peraturan yang berlaku pada jabatan fungsional dosen, bahkan harus ditambah dengan persyaratan tertentu missal telah memiliki pelatihan Pekerti dan Metode Pembelajaran / AA .Tidak seperti sekarang para mantan pejabat tinggi dengan senaknya menginjak-injak jabatan yang seharusnya luhur menjadi sesuatu yang rendah karena numpang hidup untuk perpanjang usia pension. Parra mantan pejabat tinggi kebanyakan telah memiliki pangkat sangat tinggi sehingga tidak mungkin akan memiliki motivasi untuk mengembangkan apalagi untuk melakukan penelitian. Kecuali mantan pejabat tinggi tersebut berasal dari jabatan fungsional dosen yang dipekerjakan, pada instansi tertentu dalam jabatan structural. Penulis mengamati gejala tersebut telah lama, dan banyak juga menemui mantan pejabat tinggi telah melakukan mutasi dari jabatan structural ke jabatan fungsional dilakukan tiga bulan sebelum memasuki usia pensiun ( 60 Th ). Bila hal tersebut dibiarkan berlangsung tidak mustahil impian jabatan yang bergengsi tersebut berubah untuk menampung para kaum jompo. Penulis menghimbau pada Departemen Pendidikan Nasional supaya segera membuat rambu-rambu agar hal tersebut tidak terjadi.Terlebih-lebih akan ada program sertifikasi dosen, persyaratan tersebut harus dibangun dahulu. Persyaratan tersebut bisa berupa keputusan menteri, untuk dijadikan pedoman bagian kepegawaian yang bertugas sebagai assesor.Penulis yakin bila tidak dibuat demikian para pendatang haram jadah akan berlenggang tanpa syarat ( soalnya para pendatang tadi menurut Lopa termasuk orang-orang yang tidak memiliki integritas moral ). Dosenpun juga jangan setiap dosen lolos sertifikasi, harus dosen yang dapat menunjukan prestasi misal sering membuat karya tulis di jurnal kampus dan pernah melakukan penelitian.

E. DAFTAR PUSTAKA
- Prof DR Emmy Pangaribuan, Simanjuntak, SH, Hukum Dagang, Penerbit Liberty 1984. Yogyakarta.
- DR Man Gaffar, Politik Indonesia - Transisi menuju Demokrasi, Penerbit Pustaka Pelajar Yogyakarta.
- DR Syahrir, Prisma Kebijakan Deregulasi Ekonomi Indonesia 1990.
- M Hadi Soesastro - Aspek Hukum dalam bisnis Grafindo Persada Jakarta 1990.

1 komentar:

  1. Caesars Palace Casino And Resort Tickets - JamBase
    Find Caesars 여주 출장안마 Palace Casino 청주 출장샵 And 양주 출장안마 Resort venue concert and event 정읍 출장안마 schedules, venue information, directions, and seating charts.Feb 12, 2022Dancing 순천 출장마사지 with the Stars - Caesars Palace

    BalasHapus